Minggu, 31 Desember 2017

Mengenal Minang dan Adat Istiadatnya (Pernikahan Part.1)

Sebelum membahas mengenai adat istiadat minang, ada sesuatu  yang ingin saya tanyakan. Pernah membaca novel berjudul 'Salah Asuhan' karya Abdul Moeis ? Atau pernah nonton filmnya yang tayang di sekitar tahun 1972 ? Kalau jawabannya belum, sekarang mungkin kita bisa menikmatinya lewat layar televisi, karna sudah ada versi sinetronnya.

Sinetron ini di adaptasi dari novel karya Abdul Moeis dengan judul yang sama. Kalau sudah pernah baca novelnya, pasti akan menemukan sedikit perbedaan. Mungkin hal itu dilakukan demi tuntutan cerita. Yang sangat terasa adalah perbedaan latar waktu dan sedikit jalan cerita. Karna novel karya Abdul Moeis ini ditulis dengan latar masa penjajahan belanda, sedangkan sutradara sinetron inj menyesuaikan dengan latar cerita zaman sekarang.

Dalam sinetron 'Salah Asuhan' ini menerangkan, bahwa orang minang kebanyakan sangat memegang teguh adat istiadat mereka.

Di ceritakan Hanafi seorang pemuda asli minang, menyukai Qori seorang pemudi Indo. Ibu Qori adalah orang minang, sedangkan ayahnya adalah laki-laki asal Prancis. Traumatik yang di rasakan oleh ayah Qori karna di sisihkan dan di kucilkan oleh keluarga besar ibu Qori menyebabkan ayah Qori tidak merestui hubungan anaknya dengan Hanafi. Ia takut anaknya akan merasakan hal yang sama dengannya jika menikah dengan orang minang.

Mungkin alasannya bukan hanya sekedar traumatik, tapi juga karna adat istiadat yang berlaku di ranah minang mengenai kesukuan dalam pernikahan.

Berangkat dari rasa penasaran terhadap adat istiadat minang yang di sajikan dalam sinetron itu, saya mencoba mencari tau dengan melakukan riset kecil-kecilan tentang adat istiadat yang berlaku di ranah minang dalam urusan pernikahan.

Dengan mengandalkan bantuan dari beberapa teman asli orang minang yang tinggal dan besar di ranah minang, saya akan coba menjabarkannya di tulisan kali ini.

Adat istiadat minang mengenai kesukuan dalam pernikahan. 

Bagi orang minang urusan pernikahan memerlukan pertimbangan mengenai suku apa yang dimiliki oleh calon pasangan. Karna di ranah minang tidak di perbolehkan menikahi orang sesuku. Tabuh rasanya jika ada calon pasangan pengantin memiliki suku yang sama dan Datuak (kepala suku/penghulu) yang sama itu menikah. Dalam adat minang, kesamaan suku memiliki arti bahwa mereka adalah saudara karna berasal dari nenek moyang yang sama.

Kesamaan suku yang dimaksud disini bukanlah orang minang menikah dengan orang minang layaknya kita melihat orang jawa menikah dengan orang jawa, namun suku yang dimaksud adalah suku-suku kecil yang terdapat di tanah minang, seperti Piliang, Guci, Salayan, dan lainnya. 

Contoh pernikahan yang tidak diperbolehkan adalah orang minang yang bersuku Piliang menikah dengan orang minang yang bersuku Piliang juga. Suku Piliang inilah yang dimaksud dengan 'Kesamaan Suku' di tanah minang. Pernikahan ini bisa saja hukumnya menjadi boleh, dengan syarat orang yang memiliki suku sama ini merujuk pada Datuak (Kepala Suku/Penghulu) yang berbeda.

Berbicara tentang suku, ada yang mengatakan bahwa di minang terdapat 4 suku besar, yaitu Koto, Piliang, Bodi, dan Chaniago. Suku-suku besar tersebut terpecah menjadi suku kecil, diantaranya adalah Guci, Sikumbang, Sipisang, Simabur, Salayan, Pebada, dan lain-lain. Suku-suku inilah yang akan menjadi pertimbangan dalam melakukan pernikahan.

Jika kita tilik dari sisi agama, sebenarnya sah-sah saja pernikahan sesuku itu terjadi, asal bukan muhrim. Namun sebagian masyarakat minang akan mengganggapnya sedikit berbeda. Meskipun kita tau, notabene mayoritas masyarakat di minang adalah muslim yang taat, tapi adat di sana juga cukup kental, begitu pun individu nya dalam memegang adat istiadat.

Ada hukum adat yang berlaku di sana bagi para pelaku pernikahan sesuku ini. Mereka yang menikah dengan orang sesuku, maka akan menerima sanksi dari lingkungan mereka. Mereka akan di kucilkan, bahkan ada pula yang sampai terusir dari kampung mereka.

Sebenernya ada beberapa macam hukum adat yang berlaku bagi pernikahan sesuku ini. Yang pernah saya baca ada 5 macam dengan sanksi yang berbeda-beda. (Akan saya jelaskan dalam tulisan berikutnya).

Kekentalan adat istiadat di ranah minang inilah yang menyebabkan sebagian orang minang memutuskan bahwa dirinya harus menikah dengan orang yang berbeda suku. Tentu ini bukan menjadi hal dasar, karna ada juga yang berpikir untuk menghindari fitnah atau pandangan buruk dari masyarakat jika menikah dengan orang sesuku. Ada pula yang beralasan demi menjaga hubungan kekerabatan dalam suku tersebut. Adat yang berlaku dalam tanah minang ini akan menjadi salah satu alasan mereka dalam menentukan pasangan.

Di minang sendiri jarang sekali ditemukan kasus pernikahan sesuku ini. Mungkin karna masyarakat minang sudah tau betul konsekuensi apa yang akan di dapat dari pernikahan sesuku tersebut. 

Tulisan ini tentu belum lah cukup merangkum betapa uniknya budaya minang ini. Masih banyak adat minang mengenai pernikahan yang akan saya bahas. Tapi mungkin akan saya lanjutkan pada tulisan berikutnya.

Saya terbuka pada siapapun yang ingin mengemukakan pendapatnya tentang tulisan ini, atau bahkan memberi saran agar tulisan saya ini dapat saya perbaiki.

Keterbatasan ilmu yang saya miliki tentu membuat tulisan ini mungkin tidak sempurna, apalagi bagi pembaca yang memang asli orang minang. Dan hanya bermodalkan narasumber yang notabene bukan lah seorang Datuak. Tapi tulisan ini adalah sebuah ketertarikan saya terhadap keunikan budaya minang. Anggap saja ini adalah Salam kekaguman dari gadis Sunda terhadap masyarakat dan budaya Minang.

Terimakasih saya ucapkan kepada para narasumber yang sudi meluangkan waktunya untuk saya wawancarai tentang adat istiadat pernikahan minang hingga tulisan ini dapat saya posting.
Share:

0 komentar:

Posting Komentar

Label Pena

Pena Terpopuler

Kawan Pena