• Untitle

    Mengutarakan apa yang tak mampu terucap. Lewat pena ku tuturkan segala yang ingin ku ungkapkan.

  • Sudut Pandang

    Menyoroti sesuatu dari kacamata seorang awam. Bisa benar atau juga salah. Tidak perlu saling menghakimi, kita hanya perlu saling menasehati dan menghargai segala perbedaan.

  • Ceracau

    Menulis menjadi suatu hal yang baru. Sulit, namun terasa begitu menyenangkan. Membagi sesuatu yang kita rasakan atau kita pikirkan kepada oranglain. Berharap semua membawa kebermanfaatan.

  • Sajak

    Melatih rasa dan membahasakan sesuatu yang di rasa. Melankolis katanya. Namun itu dapat melunakkan hati yang keras, dan mempesona hati yang lembut.

Sabtu, 27 Januari 2018

Kamu Itu Tong Sampah

"Tadi kamu bilang apa ? Coba repeat lagi omongan kamu pay. Kamu bilang aku apa ?", mukanya terlihat marah dan mulai memerah. Aku melihat mukanya seakan-akan seperti pemangsa yang sudah bersiap untuk menerkam mangsanya.

"Tong sampah ! Kamu itu kaya tong sampah !", Aku menuruti permintaannya untuk mengulang pernyataanku tadi tanpa rasa bersalah, dan dengan tetap memasang muka cuekku seperti biasanya.

Siapa yang tidak terkejut ketika mendengar sebuah pengandaian bahwa dirinya disamakan dengan Tong Sampah. Suatu benda yang biasa terlihat kotor dan menjijikan. Tempat menaruh sesuatu yang tidak penting dan tidak berguna lagi. Suatu tempat, yang mana pasti akan membuat seseorang marah ketika disamakan dengannya.

Yaa, aku menyebutnya tong sampah. Jelas sekali dia marah. Tapi aku tetap cool dengan gayaku sendiri. Tidak berusaha menjelaskan apa yang sebenarnya aku maksud dengan tong sampah. Percakapan entah berapa tahun yang lalu. Saat aku dan dia masih berseragam putih abu-abu. Saat kelas terlihat sangat lengang karna sebagian murid sedang menjalani PKL, Praktik Kerja Lapangan, sedangkan aku dan dia masih asik pergi ke sekolah untuk belajar sambil menunggu giliran untuk PKL. Siang itu adalah jam kosong, tidak Ada guru yang masuk ke kelas kami, jadi kami bisa puas mengobrol.

Bukan tanpa sebab aku menyebutnya dengan tong sampah. Bukan bermaksud merendahkan dengan mengatakan bahwa dia adalah tong sampah. Memang terdengar negatif pengandaian yang aku gunakan untuknya. Tapi aku tidak menemukan kata lain atau apapun, selain kata tong sampah untuk mewakili rasa terimakasihku atas sikap baiknya selama ini.

Aku adalah seorang introvert. Aku tidak sebebas orang-orang ekstrovert dalam berekspresi. Lingkup pertemananku juga terbilang kecil, dengan jumlah teman yang mungkin bisa dihitung jari. Dia adalah salah satunya. Entah beruntung atau buntung dia mendapatkan teman sepertiku. Tapi bagiku mempunyai teman sepertinya adalah keberuntungan.

Kami kenal pada saat kelas 2 SMK. Nitong, begitu sapaanku untuknya, dan Pay adalah panggilan yang dia berikan untukku. Meskipun saat itu kami baru kenal selama setahun, tapi bagiku dia seperti sudah mengenalku sejak lama. Dia bahkan tau apa yang tidak pernah dapat aku katakan atau aku ekpresikan pada oranglain. Ini lah yang akhirnya membuatku nyaman untuk mengungkapkan semuanya, ketika aku sudah merasa tidak kuat lagi untuk menyimpan dan mengatasi masalah yang aku hadapi sendirian.

Menyebutnya tong sampah buatku bukanlah sebuah bentuk penghinaan. Melainkan adalah bentuk penghormatanku padanya. Kalian tau apa gunanya tong sampah kan ? Tong sampah menerima apapun yang kamu masukkan ke dalam tubuhnya. Baik itu tisu kotor, pakaian yang sudah tidak terpakai, atau apapun yang ingin kalian buang dan tidak berguna lagi bagi kalian. Nitong bagiku adalah tempat satu-satunya untuk mencurahkan semua keresahanku. Tempat dimana dia bisa menerima apapun kata-kata yang aku keluarkan. Kata-kata baik maupun buruk.

"Iyaa, Tong Sampah. Kamu tong sampahnya aku, yang bisa aku isi dengan apapun yang mau aku isi, termasuk dengan kenangan burukku tentang semua kehidupanku yang hanya bisa masuk pada tong sampah yang bernama kamu Tong"

"Tapi kenapa harus tong sampah sih pengandaiannya, mentang-mentang kamu selalu memanggilku dengan panggilan Nitong yang juga kamu singkat menjadi Tong", Mukanya terlihat semakin kesal.

"Tong, aku ngga ngerti kenapa cuma kamu yang aku rasa paling mengerti aku. Kita baru satu tahun kenal, tapi kamu sudah bisa melihat sisi lain aku yang bahkan ngga pernah aku sadari"

"Pay, mengenal seseorang itu bukan di dasarkan pada berapa lama kita berteman dengannya, tapi seberapa banyak dan dalamnya kita memahaminya. Pertemanan itu bukan hanya perkara menuntut seseorang menjadi baik, tapi juga memberi. Take and give kalau bahasa keren nya, haahaa. Kamu mengajarkan aku banyak hal Pay, bahwa ternyata dengan melihat oranglain bahagia, kita juga bisa merasa bahagia, seperti yang biasa kamu lakukan kepadaku dan temen-teman kita yang lain. Apa hidupmu itu selalu bahagia yaa Pay ? Rasanya mudah sekali bagimu membuat seseorang yang awalnya sangat bersedih, akhirnya bisa tertawa lagi, bahkan menertawakan masalah yang membuatnya sedih, haahaa. Pay, kenapa kamu selalu menutupi semua masalahmu dan semua kesedihanmu dengan gurauan-gurauanmu itu sih ? Apa karna kamu terlalu takut untuk mempercayakan seseorang untuk menjadi Tong Sampah mu itu ?"

Aku teringat lanjutan percakapan kami siang itu. Nitong terdengar terlalu banyak bicara. Seakan-akan dia ingin mengungkapkan semua yang dia ketahui tentang aku. Menunjukkan semua bukti-bukti bahwa dia benar-benar sudah mengenalku luar dalam. Aku hanya menanggapinya dengan tertawaan lepas khas diriku.

Nitong melanjutkan perkataannya, "Pay, aku tau kamu paling tidak suka melihat seseorang bersedih apalagi larut dengan masalah yang sedang kamu hadapi, tapi hal itu bukan alasan untuk kamu memendam semua masalah yang kamu rasakan. Katanya aku Tong Sampah nya kamu yang bisa kamu isi dengan apapun yang kamu mau, tapi kenapa Tong Sampah ini cuma kamu isi dengan kertas-kertas bergambarkan pelangi ? Padahal Tong Sampah ini siap loh kamu isi dengan sampah yang lain, kertas buram mungkin, atau tisu kotor, atau apalah itu yang mengotori hatimu, haahaa. Pay, kenapa yaa aku selalu melihat kamu itu sebagai sosok yang perhatian"

"What ? Apa kamu bilang barusan ? haahaa (tertawa lepas). Aku yang secuek ini kamu bilang perhatian ? Hellooooo, apa kamu ngga sadar betapa galaknya aku ke kamu dan si Chubby ? Ada-ada aja kamu. Katanya udah kenal aku luar dalem, gimana sih"

"Haahaa, kamu ngga percaya yaa ? Justru karna aku udah tau kamu luar dalem makanya aku bilang kamu begitu. Kamu ngga bisa nilai seperhatian apa diri kamu ke temen-temen kamu yaa? Pay, aku ngga mengelak kalau kamu bilang diri kamu itu cuek dan galak, yaa memang itu adalah bagian dari diri kamu, tapi ada hal lain yang selama ini ngga pernah kamu sadari. Kamu, dengan semua ceplas-ceplosnya kamu yang kadang terlalu jujur dan tanpa disaring itu adalah bentuk perhatian dan rasa sayang kamu ke temen-temen kamu. Galak dan kebiasaan marah-marahnya kamu itu adalah gaya khas kamu untuk mengutarakan perhatian kamu ke kami temen-temen kamu. Kamu punya gaya tersendiri untuk mengungkapkan perhatian kamu. Kamu adalah tipikal orang yang gengsi mengungkapkan semua perhatian kamu dengan kalimat-kalimat yang lembut layaknya orang bijak, atau layaknya seorang pacar. Kamu akan dengan seenaknya bicara tanpa batas dengan speed 100km/jam untuk mengungkapkan semuanya. Semua itu adalah cara kamu memberi tau kami bahwa kamu sedang menyalurkan perhatian kamu kan ? Iyaa kan ?"

Jujur, saat itu aku tersentak mendengar semua penjabarannya tentang aku. Dalam hati aku berkata "Semua yang dikatakan Nitong, bagaimana bisa dia mengetahui tentang aku begitu dalam ?" 

"Sok tau kamu Tong, haahaa", aku berusaha menutupi muka heranku.

"Ngga usah mengelak Pay, aku tau kamu luar dalam loh, haahaa. Pay, aku bersyukur punya teman dekat seperti kamu. Ngga tau kenapa, seperti yang kamu bilang tadi, kita baru setahun berteman, tapi rasanya seperti sudah bertahun-tahun mengenal kamu."

Nitong, si tong sampah. Tong sampah yang menyadarkan aku bahwa perhatian ada banyak bentuknya. Tong sampah yang memberi tahu sisi lain dari diriku sendiri, yang bahkan tak pernah aku sadari ada pada diriku.

Tong sampah. Nyatanya tong sampah pun punya sisi lain yang tak banyak orang bisa memaknainya dengan baik. Mungkin hanya orang yang memiliki sudut pandang yang nyentrik yang mampu melihat makna lain dari tong sampah. Belajar dari tong sampah, dia rela menerima semua yang oranglain masukkan ke dalamnya. Tanpa menolak, tanpa memilih. Bukan hanya sekedar menjalankan fungsinya sebagai tempat penampung semua "sampah", tapi tong sampah mengajarkan kita bahwa sesuatu yang buruk tidaklah selalu buruk, tempat yang kotor tidak selalu terlihat kotor, tapi sesuatu yang buruk ataupun kotor pun ada kebaikan di dalamnya. Kita hanya perlu sedikit berpikir dan berperasa agar dapat menemukan maknanya.


#sabtulis #pekan4
Share:

Sabtu, 20 Januari 2018

Quarter Life Crisis


Apa itu Quarter Life Crisis ??

Mari saya jabarkan sedikit tentang Quarter Life Crisis. Istilah ini dikemukakan oleh Abby Wilner lewat bukunya yang berjudul sama, yaitu Quarter Life Crisis yang diterbitkan pada tahun 1997. Dalam Buku tersebut dijelaskan bahwa seseorang yang memasuki usia 20-30an tahun akan berada pada fase dimana ia mengalami kebingungan dan kegambangan dalam karir, hubungan, idealisme, dan mulai mempertanyakan banyak hal mengenai tujuan hidup yang akan dijalaninya.

Beberapa hari lalu manager saya membahas mengenai pengalamannya pada saat berada dalam kondisi Quarter Life Crisis. Hal yang amat sangat mengganggunya pada saat usianya menginjak seperempat abad adalah tentang pekerjaan. Idealisme dan realita ternyata begitu amat berbeda. Tekanan yang begitu keras yang ia rasakan di kantor terdahulu membuatnya berpikir bahwa ia harus move ke kantor baru dengan segera. Bukan karena merasa tidak kuat atas tekanan yang datang, namun lebih pada idealisme nya sendiri yang menantangnya untuk berkarya lebih baik dalam bidang lain dan tempat lain. Meninggalkan perusahaan yang cukup ternama, dan mengorbankan gaji besar untuk bekerja di tempat lain sebut saja lembaga sosial yang notabene adalah lembaga non profit bergaji standar, tentu bukanlah hal sepele, terlebih ia adalah seorang kepala rumah tangga. Namun gejolak muda serta idealisme nya untuk berjuang demi umat membuatnya yakin untuk pindah. Sungguh kisah yang sangat menginspirasi yaa. -Salut-

Siapa disini yang tengah berada dalam rentang usia 20-30an ?
Kamu termasuk dalam rentang usia itu kah ?
Kalau Saya si iyaa, heehee.. Saya akan bahas sedikit tentang Quarter Life Crisis nya saya dan bagaimana cara saya menghadapinya. Saya tidak tau seberapa bermanfaatnya kisah saya ini, tapi Saya hanya ingin berbagi, seperti yang sudah dilakukan oleh manager saya itu.

Saya kini berusia 25 tahun. Tidak terpikirkan sebelumnya bahwa saya akan mengalami Quarter Life Crisis, dimana saya mengalami kegalauan akan beberapa hal dalam hidup saya. Jangankan berpikir, merasa saja tidak. Toh saya merasa baik-baik saja bahkan bahagia-bahagia saja menjalani hidup, sampai ada satu fase dimana pada saat itu membuat saya tersadar dan mulai berpikir tentang banyak hal. Saya menyebutnya fase pendewasaan. Saya mulai berpikir tentang hidup yang ingin jauh lebih baik dari sekarang, dan berusaha menantang diri sendiri untuk keluar dari zona nyaman yang sudah terlalu lama saya jalani. Hal tersebut tentunya bukan tidak berdampak apapun dalam keseharian saya dan kehidupan saya, tapi saya mencoba menyiasatinya sebisa yang saya mampu lakukan. Mungkin itu adalah bagian dari yang disebut Quarter Life Crisis. Berikut adalah sedikit dari Quarter Life Crisis yang saya alami :

1. Galau pekerjaan, pindah atau menetap
Saya sudah 2 tahun bekerja di sebuah lembaga sosial dengan pekerjaan yang memang saya inginkan. Menjadi seorang DBA meskipun masih level junior. Saya sangat menyukai bidang saya. Bergelut dengan puluhan baris Query dan ribuan data bahkan lebih hampir setiap harinya tidak membuat saya jenuh. Tapi entah mengapa sudah hampir 2 bulan ini ada rasa jenuh menghinggapi. Pekerjaan yang sudah menjadi ritual rutin membuat pekerjaan itu semakin tidak menantang. Saya berpikir untuk pindah kantor atau mungkin meminta untuk mutasi ke divisi lain, mencari sensasi baru dari lingkungan atau pekerjaan yang baru. Mencoba keluar dari zona nyaman mungkin akan lebih baik dan dapat menyelesaikan kegalauan saya. Tapi untuk itu tentu saya juga harus berbenah diri dengan menambah kemampuan agar memiliki daya jual pada saat pindah. Dan hal itu masih terus saya lakukan hingga sekarang.

2. Ingin hidup mandiri jauh dari orangtua
Mandiri memang tidak dibuktikan dengan hidup ngekos dan jauh dari orangtua, tapi kebiasaan tinggal bersama orangtua dan berada dalam bayang-bayang orangtua membuat saya berpikir untuk sebentar saja merasakan bagaimana hidup ngekos dan mengatur semua kebutuhan hidup sendiri. Yaa, saya memang tidak pernah jauh dari orangtua. Jangankan pergi jauh, menginap sehari di rumah teman dengan jarak yang tidak jauh dari rumah saya saja tidak boleh. Orangtua saya termasuk orangtua yang protektif terhadap anak-anaknya, terlebih saya seorang perempuan. Saya sempat beberapa kali mengajukan diri untuk di izinkan ngekos dekat dengan kantor, setidaknya hanya untuk waktu 1 bulan saja, namun berkali-kali pula keinginan saya tidak dipenuhi. Mereka khawatir karna maraknya pemberitaan tentang penganiayaan terhadap perempuan diluar sana. Jujur hal itu sempat membuat saya kesal. Sampai-sampai saya selalu sengaja pulang telat ke rumah. Memang bukan sikap yang baik si untuk ngambek seperti itu, tapi saya hanya ingin mereka sedikit mengerti bahwa saya ingin menghilangkan rasa penasaran saya saja, dan mengukur seberapa mampunya saya untuk menjalani hidup ketika saya sendirian jauh dari orangtua.

Karena selalu terbentur oleh perizinan, saya berusaha mengintroskpeksi diri. Mungkin sikap Saya selama ini memang masih jauh dari kata dewasa untuk dilepas seorang diri di dunia yang begitu keras ini. Sepertinya keras kepala saya masih belum dikatakan cukup untuk menaklukkan kerasnya dunia. Kini saya nikmati saja hidup bersama orangtua dengan terus memperbaiki diri untuk mencapai kemandirian dan kedewasaan. Kalau kata mamah saya, 'Nanti ada waktunya kamu jauh dari orangtua, menjalani hidup kamu sendiri, dan sebebasmu mengaturnya ketika kamu sudah menikah'. Okeh, baiklah. Saya hanya bisa tersenyum mengingat kalimat mamah itu.

3. Merasa kesepian dan rindu suasana kampus
Point ini sebenernya berhubungan dengan point 1. Jenuh dengan pekerjaan membuat saya merasa hidup saya sepi. Merasa sendiri meskipun sebenarnya sedang berada dalam keramaian. Kadang saya jadi suka 'autis' sendiri, asik sendiri dengan lagu-lagu yang saya dengarkan melalui headset demi membunuh rasa sepi itu. Sepi itu membuat saya juga rindu dengan masa-masa kuliah. Rindu dengan kegiatan kampus yang justru lebih bervariasi dan menantang setiap harinya. Dagdigdug mengikuti kelas seorang dosen killer, belajar kelompok untuk menyelesaikan tugas kampus atau praktikum, sibuk rapat organisasi kampus, mengajar, dan tentunya rindu nongkrong bareng temen-temen kampus.

Selain lagu, untuk menghilangkan rasa sepi itu saya selalu menyempatkan untuk membaca buku, menghubungi satu persatu teman-teman atau menyapa lewat grup chatting. Saya juga berusaha untuk bertemu dengan teman-teman kampus, berusaha mengulangi lagi kegiatan yang dulu biasa kami lakukan atau sekedar mengenang kembali cerita masa kuliah dulu. Alhamdulillah, itu sudah sangat cukup mengobati setiap rindu yang datang menghampiri lebih sering dari biasanya.

4. Galau melihat teman dekat satu persatu menikah
Sebenernya ini adalah puncak dari Quarter Life Crisis yang saya alami (duh jadi malu, heehee). Yaa, satu hal dalam hidup saya yang membuat saya paling galau adalah tentang pernikahan. Satu persatu teman SD, SMP, SMA, bahkan kuliah sudah menjalani fase kehidupannya yang baru, menjadi istri atau menjadi suami. Di usia yang menginjak seperempat abad ini, saya masih saja sendiri. Bukan karna masih betah melajang, hanya saja Allah masih memberikan saya kesempatan untuk memperbaiki diri sedikit lebih lama dibandingkan teman-teman saya yang lain.

Pertanyaan tentang 'Siapa pacarnya teh ?', 'Orang mana calonnya teh ?', 'Kapan nikahnya teh ?', dan beribu-ribu pertanyaan bergenre sama sudah terbiasa terdengar di telinga saya. Pertanyaan yang kadang membuat raut muka saya berubah menjadi bertekuk-tekuk. Membuat senyum lebar saya seketika menyusut. Entah kenapa pertanyaan itu seakan menjadi budaya dalam masyarakat yang selalu dipertanyakan pada perempuan-perempuan seumuran saya. Membuat beban bagi orangtua saya. Yaa, orangtua saya, bukan saya. Tapi berawal dari beban orangtua inilah pada akhirnya beban yang sama seakan tersalurkan pula ke dalam diri saya. Lama-kelamaan hal tersebut menjadi satu hal penting dan utama untuk dipikirkan. Kemudian terbayanglah untuk membuat sayembara untuk mendapatkan hati ini dan menjadi sosok penting dalam kehidupan saya. Haahaa, sungguh kalimat yang amat sangat hiperbola. Tapi begitulah adanya, pernikahan di usia saya menjadi satu hal yang paling menyita waktu dan pikiran. Hanya dengan do'a meminta pada Allah agar disegerakan bertemu dengan pangeran berkuda putih yang siap membawa iring-iringan tandu pernikahan ke rumah. (Waw, tambah lebay deh haahaa).

5. Malas mengurus percintaan
Pernah mengalami kegagalan membuat saya menjadi malas mengurus tentang percintaan. Pernah mencintai seseorang dan merasa yakin bahwa dia lah yang akan menjadi yang pertama dan terakhir membuat saya begitu semangat merancang kehidupan pasca menikah bersamanya. Namun sayang, Allah berkehendak lain. Bukan disatukan dalam pernikahan, Allah justru memberikan perpisahan. Semua rancangan yang sudah saya buat nyaris sempurna itu seketika hancur. Hingga rencana Allah yang sebenarnya adalah rencana paling baik, terlihat menjadi tidak baik menurut saya. Terlanjur cinta saya menyebutnya. Sampai sekarang saya masih berusaha untuk menerima semuanya, menerima bahwa apa yang di rencanakan Allah adalah yang terbaik bagi saya.

Saya bukan seseorang yang baru bertemu dengan kegagalan. Saya pernah gagal dalam olimpiade matematika, saya juga pernah gagal masuk sekolah favorit, dan masih ada kegagalan lain dalam hidup saya. Tapi kegagalan ini adalah kegagalan yang memberi rasa berbeda, entah kenapa. Untuk kegagalan lain mungkin saya akan mudah bangkit dan mencobanya kembali di lain waktu, namun kegagalan ini rasanya membuat saya kapok, dan malas untuk mencobanya kembali. Tidak tau sampai kapan rasa malas mencoba ini hadir, tapi yang pasti untuk saat ini saya hanya ingin memberi jeda pada hati dan pikiran saya, mencoba menenangkannya dan berdamai dengan masa lalu.

"Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya...." (Al-Baqarah : 286)

"Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: 'Kami telah beriman', sedang mereka tidak di uji lagi?" (Al-Ankabut : 2)

Quarter Life Crisis pada akhirnya adalah sebuah fase yang tak bisa dihindari. Disadari atau tidak semua orang yang mencapai usia ini akan mengalaminya. Kita hanya perlu menikmatinya dan menyambutnya dengan tangan terbuka. Saat kita mengalami Quarter Life Crisis, pada saat itu pula kita mendapatkan jawaban untuk mengatasinya. Tidak perlu takut atau khawatir terlalu sangat saat semua itu datang. Ingat saja, bahwa semuanya adalah cara Allah mendidik dan mendewasakan kita. Kita akan menemukan hikmah dalam setiap kejadian yang kita alami. Ketika kita mampu menghadapinya dan kita lulus, akan ada banyak kebahagiaan yang akan menyambutnya. Keep fighting guys!!

#sabtulis #pekan3



Share:

Sabtu, 13 Januari 2018

Menjadi Pendengar

Terbiasa mendengarkan orang lain curhat membuat saya terpikirkan untuk membuat sedikit tulisan mengenai 'Mendengar dan di Dengar'. Menjadi seorang pendengar kelihatannya memang mudah, namun untuk menjadi pendengar yang baik itu sebenarnya tidak lah semudah kelihatannya.

Memposisikan diri sebagai pendengar membutuhkan rasa empati yang cukup tinggi dan kemampuan untuk mengontrol emosi. Sedikit saja salah bersikap atau salah menanggapi bisa-bisa membuat si pembicara (selanjutnya disebut pencurhat) menjadi sebal atau bahkan tidak akan lagi mau menjadikan kita sebagai orang kepercayaannya untuk mendengar segala ceritanya.

Berbekal pengalaman yang lumayan banyak menjadi pendengar (sesekali boleh lah Yaa sombong sedikit heehee) dan mempunyai teman seorang psikolog, akan saya jabarkan sedikit di sini tips menjadi seorang pendengar yang baik. Mungkin ini bisa menjadi bantuan bagi anda yang sering sekali di jadikan tempat curhat oleh teman-teman kalian.

1. Dengarkan seluruh ceritanya sampai selesai
Untuk menjadi pendengar yang baik hal yang perlu di lakukan adalah berikan waktu kepada si pencurhat untuk menceritakan semua ceritanya sampai selesai tanpa sedikitpun kita potong pembicaraannya. Hal ini menjadi penting agar kita mendapat seluruh ceritanya secara utuh, dan kita dapat menyimpulkan apa isi pembicaraan tersebut.

2. Tidak memberikan nasehat
Loh koq kita ngga boleh ngasih nasehat si ? Kan biasanya setiap orang yang curhat pasti ujung-ujungnya minta nasehat.
Pasti dalam benak kalian akan terlintas pertanyaan itu saat membaca tips yang kedua ini, iyaa kan ? Heehee.. Yang dimaksud dari tips kedua ini adalah kita sebaiknya hanya memberikan nasehat ketika diminta saja. Ketika si pencurhat tidak meminta nasehat dari kita, maka kita tidak perlu bersusah payah memikirkan hal tersebut. Karena sebagian pencurhat hanya membutuhkan orang yang bisa mendengarkan semua ceritanya saja tanpa memerlukan nasehat dari oranglain. Jika kita memberikan nasehat tanpa diminta, ini akan menimbulkan rasa seperti diceramahi oleh kita. Dan ia akan segan melanjutkan ceritanya.

3. Kembalikan semua keputusan pada si pencurhat
Setiap orang punya gaya yang berbeda dalam menyelesaikan masalah yang di hadapinya. Menjadi pendengar bukan bearti kita menjadi hakim dalam hidupnya. Kita tidak bisa memutuskan bahwa pendapat atau saran kita lah yang harus ia jalankan. Jika kita diberikan kesempatan untuk berpendapat oleh si pencurhat, silahkan kemukakan pendapat kita secara umum, atau bisa dibilang berikan saja jawaban 'Ideal'nya saja. Setelah itu tanyakan padanya beberapa hal, misalkan saja 'Kamu maunya bagaimana ?' atau 'Menurut kamu apa keputusan terbaik nya ?' atau 'Apa yang mungkin bisa kamu lakukan ?'
Sejatinya setiap pencurhat hanya butuh 'Peyakinan' dari jawaban yang sebenarnya sudah mereka miliki. Mereka hanya masih ragu dengan jawaban mereka. Dan tugas pendengar adalah memberikan keyakinan itu. Tapi tetap perhatikan baik buruknya yaa. Sejatinya yang paling mengetahui cocok atau tidaknya sebuah solusi hanyalah si pencurhat itu sendiri, dan belum tentu kan kondisi si pencurhat sama dengan kita.

4. Perhatikan pilihan kata
Dalam berkomunikasi pilihan kata itu sangat penting. Karena setiap orang memiliki sifat yang berbeda-beda, ada yang cuek atau sensitif. Cara yang terbaik dalam menanggapi pencurhat adalah kenali dulu karakter si pencurhat tersebut. Cara menanggapi tipe cuek akan sangat berbeda dengan cara menanggapi tipe sensitif. Bila si pencurhat bertipe cuek, kita akan lebih leluasa dalam pemilihan kata, atau bisa dibilang sekalipun kita menggunakan kata-kata yang agak 'Dalem' mereka akan bisa menerimanya dan mereka justru akan lebih senang dengan cara yang ceplas ceplos dalam menanggapinya. Berbeda dengan tipe sensitif, pilihan kata itu harus lebih variatif, ia tidak akan bisa menerima tanggapan yang ceplas ceplos atau terlalu jujur, karna bisa jadi ia akan tersinggung. Tantangannya akan lebih berat jika menjadi pendengar bagi tipe ini. Kalau Saya lebih sering mengikuti gaya bicara si pencurhat agar maksud yang saya sampaikan bisa diterima dengan baik.

5. Tidak membandingkan dengan cerita kita
Perlu di ingat, posisi kita saat ini adalah seorang pendengar. Dengan membandingkan cerita kita dengan ceritanya akan menyinggung perasaannya. Si pencurhat akan merasa tidak dihargai oleh kita. Tips nomor 5 ini berhubungan juga dengan tips nomor 4. Jika memang kita pernah mengalami hal yang sama, alangkah lebih baiknya kita perhatikan pilihan kata yang tepat agar apa yang kita sampaikan tidak terkesan seperti membanding-bandingkan ceritanya dengan cerita kita. Apalagi jika kita menceritakan dengan gaya yang terdengar hiperbola, ini akan memberi kesan bahwa kita egois dan ingin sekali di dengar. Menurut Saya ini amat sangat terlarang dilakukan oleh seorang pendengar. Ada saatnya pendengar itu menjadi pencurhat, namun waktunya bukan pada saat menjadi pendengar.

Dilema seorang pendengar yang baik adalah mencari pendengar yang bisa mendengarkan semua ceritanya dengan baik seperti yang sudah ia lakukan untuk oranglain. Karena ia sudah terbiasa menjadi pendengar sehingga ia tau bagaimana idealnya seseorang yang dapat mendengar cerita-ceritanya. Dan hal ini tidaklah mudah untuk dia temukan.

Kebanyakan orang yang biasa menjadi pendengar akan tertutup atau enggan untuk menceritakan semua ceritanya kepada oranglain. Mereka lebih sering bercerita lewat tulisan atau bahkan hanya memendamnya sendiri. Mungkin mereka hanya akan bercerita jika ditanya, tapi itupun pasti tidak akan semuanya mereka ceritakan. Ada Hal yang menurut mereka hanya dapat menjadi konsumsi pribadi mereka sendiri. Biasanya mereka hanya akan menjawab secara utuh ketika ditanya mengenai hal-hal yang menyenangkan atau membahagiakan untuk di dengar oleh oranglain.

Well, sudah siap menjadi pendengar yang baik ? Atau kalian hanya ingin sebatas menjadi seseorang yang selalu mau di dengar ?
Heehee, semua pilihan kembali pada diri kita masing-masing yaa

#sabtulis #pekan2
Share:

Selasa, 09 Januari 2018

Bulan, Bumi, dan Matahari

Bulan tak ingin Semesta menyalahkan Bumi atas kesedihannya
Bulan sadar bahwa tak pantas terus menyalahkan Bumi atas apa yang tak dilakukannya

Bulan yang memilih untuk pergi meninggalkan Bumi
Bukan karna keinginannya, tapi Bulan hanya mengikuti perintah Langit
Menghilang dari pandangan Bumi kala fajar mulai menyingsing

Bukan salah Bumi berpaling dari Bulan
Bumi hanya mencari penerang yang mampu terus menyinarinya
Bulan telah memilih untuk pergi darinya, menyisakan kegelapan di sisi Bumi
Bumi hanya ingin memenuhi hasratnya akan cahaya, karena Bumi tak terbiasa dengan gelap

Cahaya Bulan kini mulai terganti dengan Matahari
Cahaya Matahari menyapa Bumi penuh  kehangatan
Tak seperti Bulan yang meninggalkan Bumi dalam kedinginan dan kegelapan

Bumi mengakrabi Matahari hingga petang
Bercanda dengan sinar tegasnya di kala siang, dan bermanja dengan senjanya di kala sore

Bulan menyadari bahwa sinarnya adalah perpanjangan cahaya pemberian Matahari
Matahari memberikan kesempatan pada Bulan untuk menyinari Bumi dengan pantulan cahayanya

Kala malam datang, Matahari memantulkan cahayanya pada Bulan, agar tetap sampai pada Bumi
Seakan ingin tetap menyinari Bumi tanpa batasan dari Langit. Hal yang tak pernah bisa dilakukan Bulan untuk Bumi

Bulan tau bahwa keberadaannya telah membuat ruang antara Matahari dan Bumi
Bukan sebaliknya, Matahari yang merenggut perhatian Bumi dari Bulan

Langit memang tak mengizinkan Matahari terus bersama Bumi sepanjang hari, sama seperti perintah Langit pada Bulan
Tapi Matahari tau bagaimana caranya untuk tetap menyinari Bumi

Bulan mengakui kehebatan Matahari
Hanya Matahari yang sanggup membahagiakan Bumi sepanjang hari
Bulan telah menerima takdirnya
Merelakan dan melepaskan Bumi untuk Matahari
Share:

Senin, 08 Januari 2018

Ketika Semesta Berbicara

Bulan, mengapa cahayamu mulai meredup
Seakan lelah menyinari bumi
Wajahmu pun tak terlihat, tersembunyi di balik gelapnya awan

Bumi terasa begitu gelap tanpa cahayamu
Begitu pun langit  yang terasa sepi meski gemerlap bintang bertaburan menghiasi

Bulan, mengapa kau tak menampakkan diri ?
Membuat sebuah teka teki yang tak sanggup di jawab bumi

Desir angin begitu riuh berbisik
Mencoba menyampaikan pesan dari langit bahwa bulan tengah resah

Resah terhadap bumi yang di kala siang begitu akrab dengan matahari
Menikmati sinarnya yang terasa begitu hangat menyinari bumi

Daun-daun yang terbang bersama angin di waktu malam, seakan mengerti keresahan bulan
Hendak menyampaikan,
Wahai bumi, bulan tengah menunjukkan kecemburuannya padamu, tidak kah kau lihat itu ?

Share:

Sabtu, 06 Januari 2018

Tentang Aku, Membaca, dan Menulis

Aku dulu bukanlah seseorang yang suka menulis. Jangankan menulis, membaca saja malas, heehee. Tapi entah kenapa sejak pertengahan 2017 lalu aku jadi suka membaca. Aku sampai menyantumkan anggaran khusus setiap bulannya untuk membeli buku-buku baru.

Awalnya memang dipaksakan. Aku mengharuskan diriku untuk membaca di setiap waktu kosongku. Lama kelamaan Hal yang dipaksakan itu justru menjadi sesuatu hal yang penting. Aku akan merasa bingung harus berbuat apa pada saat aku tidak memiliki kesibukan dan aku lupa membawa buku bacaan. Rasanya malah menjadi waktu itu terbuang sia-sia. Ketika hal itu terjadi aku mulai mencari cara bagaimana waktu kosongku tetap terisi dengan hal yang bermanfaat. Aku coba mulai membaca tulisan-tulisan orang di blog. Biasanya aku akan meluncur ke blog salah satu penulis yang bukunya suka aku baca, atau membaca blog teman-temanku sendiri.

Ternyata kebiasaan membaca itu tidak lah sulit untuk dilakukan, hanya saja memang di awal perlu ada pemaksaan sedikit heehee.

Keasikan membaca Baik Buku ataupun blog membuat aku Jadi terinspirasi untuk ikut menulis. Mengasah sedikit kemampuan otakku dalam mengolah kata, dan juga untuk menambah kegiatanku di waktu luang. Ketika ada ide yang datang, aku akan langsung menulis. Aku tidak mau menyia-nyiakan ide yang datang dengan menunda-nundanya dalam menulis. Biasanya ide itu akan langsung aku tuangkan dalam status WhatsApp atau Instagram. Sebagian teman yang membaca tulisan anehku itu sering kali bertanya apa itu tulisanku sendiri, dan ada juga yang tanpa bertanya dia langsung bilang 'Aku repost boleh yaa, aku suka tulisannya'. Tanpa disangka ternyata tulisan yang aku anggap terkadang aneh itu malah disukai orang. Aku hanya bersyukur jika tulisanku itu membawa manfaat bagi oranglain. Tapi rasanya aku juga perlu meminta maaf pada sebagian orang yang mungkin juga terganggu dengan tulisan-tulisan melow ku itu, Maaf Yaa .

Tadinya semua yang ku tulis hanya sebagai ekspresi dari apa yang aku rasa, aku lihat, dan sebagai bentuk penghargaan bagi ide yang sudah Allah berikan. Tak ada maksud untuk menjadikannya sebagai konsumsi publik meskipun aku memang memajangnya di akun media sosialku.

Seorang teman bilang, 'Tulisan kamu bagus, aku suka bacanya. Koq kamu bisa si bikin tulisan puisi-puisi gtuh ? Kamu suka nulis di blog ngga ? Sini aku pengen liat blog kamu dong, heehee'.

Blog ? Sama sekali tidak terpikirkan olehku menaruh semua tulisanku di blog. Temanku kemudian menyarankan aku untuk mulai menulis di blog. Awalnya aku ragu apakah bisa konsisten dalam menulis, aku takut ini hanya jadi kesenangan sesaat. Tapi setelah aku pikir-pikir mungkin Ada baiknya aku membuat blog, setidaknya itu bisa menjadi mediaku untuk mengekspresikan lebih banyak lagi tulisan yang ingin aku tulis tanpa harus 'Menyampah' di beranda media sosial oranglain, heehee. Aku tidak akan menjadikannya sebuah beban apakah nanti blog itu akan di datangi banyak pembaca atau tidak. Biarlah itu menjadi satu tempat terbebasku dalam mengekspresikan segala yang ku rasa dan apa yang ingin aku ungkapkan yang selama ini tak pernah sanggup aku ungkapkan pada oranglain.

Sekarang aku sedang menikmati asiknya menulis di blog. Aku sampai meng-install aplikasi khusus untuk menulis blog. Ini akan memudahkan aku untuk menulis semua ide yang kadang datangnya itu tanpa di duga-duga tempatnya. Bisa muncul pada saat bengong di dalam angkot, pada saat mendengarkan curhat teman, atau bahkan pada saat di tempat-tempat yang blablabla lah yaa heehee..

Ide itu kadang tidak perlu dipaksa untuk hadir loh. Seringnya aku mendapat ide justru pada saat mata sudah mulai mengantuk di dalam angkot. Kalau sudah begitu, aku segera membuka aplikasi blog di handphone ku dan langsung menuliskan semua ide yang muncul saat itu. Setelah itu baru aku baca ulang dan aku edit.

Membaca dan menulis sekarang sudah menjadi hobi baruku. Aku berusaha untuk konsisten dengan kedua hobi ini. Di mulai dari hobi membaca, aku jadi suka menulis. Aku jadi punya cita-cita suatu saat aku akan menulis sebuah buku best seller. Kedengarannya seperti cita-cita yang muluk sekali yaa, seorang newbie dalam dunia tulis menulis berangan-angan dapat menerbitkan sebuah buku yang best seller heehee. Tapi semoga hal itu bukan jadi hal yang mustahil yaa bagiku. Aku akan berusaha semampuku untuk mewujudkannya.

-Semangat menebar kebaikan dengan menulis-
#sabtulis #pekan1
Share:

Jumat, 05 Januari 2018

Kamu atau Dia (Sosok yang baru) Part. 2

Saat hari yang ditentukan itu tiba. Saat waktu untuk memberikan jawaban itu datang. Rasanya hariku menjadi aneh. Seharian aku uring-uringan di kantor. Gelisah, cemas, khawatir karna sampai hari itu aku belum juga mempunyai jawaban, sedangkan aku sudah menjanjikan setelah ashar akan memberikan jawaban padanya. Aku bingung, karna sebenarnya aku masih memikirkan kamu yang jauh disana. Hatiku sepertinya masih mengharapkan kamu yang datang, bukan dia. Tapi aku harus sadar, bahwa semua harapku mungkin tak kan pernah lagi terwujud. Jalanku dan jalanmu sudah berbeda. Mungkin memang harus begini ceritanya, kamu dengannya dan aku dengan dia.

Ku coba untuk kembali kepada kenyataan. Disini hanya ada aku, sendiri, tanpa kamu. Aku bersyukur bahwa aku masih mempunyai banyak teman yang dapat aku pintai pendapatnya. Mereka bilang aku harus mencobanya, jangan pernah menutup diri untuk seseorang yang baru karna perihal jodoh hanya Allah yang tau jawabnya. Jangan pernah menutup pintu jodoh untuk diri sendiri hanya karna aku pernah gagal. Ingat, bukan tanpa alasan Allah memberikan kegagalan atau memisahkan aku  dengan kamu, kecuali untuk mempertemukanku dengan seseorang yang tepat dan lebih baik. Dan mungkin Allah ingin bilang, bahwa orangnya bukanlah kamu.

Pikiranku saat itu penuh dengan banyak pendapat. Pendapat banyak orang yang menasehatiku, dan juga pendapatku yang sebenarnya tidak lah sejalan dengan apa yang ada dalam hatiku. Di tengah kebimbangan itu aku berlari mengejar Allah. Tangisku pecah di waktu dhuha. Menanyakan Allah kenapa harus aku yang mengalami ini. Tersedu mengingat kamu, semua perkataanmu, menanyakan semua kejujuranmu. Kamu, kamu sudah membohongi ku kan ? Iyaa kan ?

Tangisku semakin menjadi-jadi. Kamu, kenapa kamu jahat ? Dan aku pun semakin larut dalam tangisku. Ku biarkan diriku menangis sepuasnya saat itu. Mengungkapkan kemarahanku padamu sampai aku lelah untuk menangisimu lagi. Setelah itu ku coba menenangkan hatiku. Beristighfar sebanyak yang aku bisa. Ku minta petunjuk pada Allah agar aku tak salah lagi untuk kedua kalinya.
Ku coba ingat lagi perkataan dari seorang kakak, 'Justru karna kakak tau kondisi kamu, jadi kakak menawarkan dia sama kamu. Kakak ngga mau kamu menunggu sesuatu yang ngga pasti. Kakak ngga mau kamu menghabiskan waktu kamu untuk sesuatu yang belum pasti'. Kata-kata yang begitu bijak. Benar kata kakak, aku memang tidak boleh membiarkan diriku sendiri dalam ketidakpastian, membuang waktuku yang berharga hanya untuk menunggumu datang. Datang ?? mungkin bisa jadi kamu juga tidak akan datang kan ?

Ku tarik nafas dalam-dalam, mencoba menyegarkan kembali diriku dari semua rasa yang tak bisa terdefinisikan lagi saat itu. Aku sudah memutuskan apa yang akan kuberikan sebagai jawaban.
Menjelang ashar aku sebenarnya masih ragu dengan jawabanku. Tapi ku coba mantapkan lagi dengan do'a. Saat waktu ashar itu masuk dan aku sholat, sepanjang sholat entah kenapa aku menangis. Aku takut sholatku saat itu tidak khusuk. Sudah ku coba menahan air mata itu, tapi nampaknya air mata itu jauh lebih tangguh dari pada aku, ia tetap saja mengalir. Tapi aku tidak boleh kalah begitu saja dari air mata ini. Selesai sholat ku angkat kedua tangan lalu berdo'a. Ku pinta kemantapan hati pada Allah. Semoga keputusan yang aku ambil adalah yang terbaik bagiku.

Setelah tenang, aku kembali ke ruanganku. Aku bersiap untuk memberikan jawaban. Kali ini aku tidak mau melibatkan perasaan seperti dulu aku ke kamu. Aku juga tidak mau menaruh terlalu banyak harapan pada hubungan baru ini. Aku sudah banyak belajar dari kamu tentang hal ini. Dan aku tidak mau melakukan kesalahan yang sama untuk kedua kalinya. Jadi aku serahkan semuanya pada Allah, biarlah kali ini aku benar-benar hanya berharap pada tempat dimana seharusnya aku berharap. Apapun nanti jalan ceritanya, gagal lagi atau berhasil, aku tetap akan memanjatkan syukur pada Allah.

Aku memang selalu memiliki rencana tentang bagaimana maunya aku menjalani hidupku. Tapi tidak lah ada yang mampu menandingi kuasa Allah, dan skenario-Nya sudah pastilah yang terbaik.
Dengan Bismillah ku sampaikan, Allah jika memang dia yang terbaik bagiku dan inilah pilihan-Mu, aku akan berikan dia jawaban 'Iyaa'. (Baca Part.3 End)
Share:

Kamis, 04 Januari 2018

Kamu atau Dia (Sosok yang baru) Part. 3

Jawaban sudah aku berikan. Saatnya menunggu dia memutuskan. Gagal lagi, atau lanjut ? Aku tidak mau memikirkannya. Biar lah Allah nanti yang memberi tahu hasilnya jika saatnya sudah tiba.

Aku coba nikmati saja masa menunggu itu dengan bercengkrama lebih sering dengan Allah. Bermanja dengan-Nya di sepertiga malam, menyapa-Nya di waktu dhuha. Dan memelas kasih-Nya di setiap akhir sholat.

Aku berusaha menyibukkan hatiku agar tidak memikirkan tentang jawaban apa yang nanti dia berikan. Aku hanya ingin harapku bergantung pada Allah saja. Aku yakin Allah akan memberikan yang terbaik. Jika gagal lagi, aku tidak akan sesedih dulu atau seterpuruk dulu. Karna aku sudah tau rasanya gagal.

Dua minggu sudah berlalu sejak aku memberikan jawabanku. Aku sudah mulai lupa kalau sebenarnya aku sedang menunggu jawaban seseorang. Rasanya apapun jawabannya hatiku sudah siap menerimanya.

'Hmm, maaf yaa. Dia memutuskan mundur. Katanya dia minder sama kamu. Dia mau yang biasa aja. Semoga nanti kamu dapat yang lebih baik yaa.'

Kakak yang membantuku dalam hubungan ini memberikanku kabar. Yaa, akhirnya aku mendapatkan jawaban, meskipun kali ini aku harus kembali menjalani kegagalan. Gagal untuk kedua kalinya. Tapi entah kenapa kali ini aku biasa saja. Tidak sedih, apalagi uring-uringan tidak mau makan. Mungkin karna aku menggantungkan semuanya pada Allah.

Dari semua ini aku belajar untuk menerima apapun ketentuan yang telah Allah tetapkan untukku. Manis ataupun pahit. Setiap manusia hanyalah bisa berencana, namun hasil akhirnya tetap ada pada Allah. Aku hanya perlu yakin, bahwa Allah akan memberikan yang terbaik bagi hamba yang dikehendaki-Nya, tidak terkecuali juga padaku. (Baca Part.1)


Depok, 9 Desember 2017
Share:

Selasa, 02 Januari 2018

Petunjuk atau Ujian ??

'Jatuh Cinta itu bikin kita jadi pemaaf yah.
Petunjuk itu kadang ngasih tau sesuatu yang bener tapi kadang-kadang malah jadi ujian.
Yang aku suka ngga abis pikir adalah aku masih gak bisa bedain apa itu bener petunjuk atau itu ujian.'

Suatu pernyataan tegas dari salah satu teman akrab saya ini menggelitik saya untuk menulis tentang Cinta. Tapi tolong jangan meminta saya untuk menjabarkan definisi Cinta yaa. Karna sejatinya Cinta itu sulit untuk di definisikan, Cinta hanya dapat dirasakan.

Memang aneh, ketika kita menyukai seseorang rasanya apapun yang melekat padanya pasti selalu terlihat Baik. Tidak perduli seperti apa pendapat orang tentangnya, bagi kita dia adalah sosok yang sangat sempurna. Wajar saja jika orang bilang 'Cinta itu buta, tahi otok aja di kira coklat' haahaa. Kurang lebih begitu pepatahnya. Tapi nyatanya pepatah itu benar kan ? Semua yang di mabuk Cinta yaa akan merasakan seperti itu. Dia hanya peduli dengan pendapatnya sendiri tentang pasangannya. Mau pasangannya berbuat salah tetap saja dibela. Bahkan yang ekstrim juga ada, sudah disakitin baik mental maupun fisik tetap saja bilangnya 'Aku cinta dia apa adanya'. Duh ini mah butanya keterlaluan yaa, haahaa. Ini membuktikan pernyataan teman saya yang pertama itu benar adanya, bahwa 'Jatuh cinta itu bikin Kita jadi pemaaf'. Tapi kira-kira apa baik Cinta sampai sebuta itu ? Yaa jawabannya tentu tidak lah. Selain perasaan, dalam Cinta kita juga perlu libatkan logika. Memangnya tidak lelah terus di perlakukan dengan tidak baik dan tidak seharusnya ? Soo, be realistic guys.

Perihal petunjuk. Saya pernah baca bahwa petunjuk itu bisa di dapat lewat mimpi, keyakinan hati, atau pendapat kebanyakan orang terdekat kita. Petunjuk bisa datang dari Allah atau juga dari nafsu diri Kita sendiri. Dari Allah tentu lah ia Akan menghasilkan suatu kebaikan bagi kita, sedangkan petunjuk yang datangnya dari hawa nafsu Kita sendiri pastinya akan membawa keburukan karna sejatinya itu adalah petunjuk dari setan. Iiiii sereeeemmmm.

Bagaimana caranya kita membedakan antara petunjuk itu datang dari Allah atau dari setan ? Jawaban simplenya adalah begini, ketika keragu-raguan masuk ke dalam pikiran kita dan Kita lebih banyak berpikir akan mendapat keburukan dari petunjuk tersebut, maka petunjuk itu pastilah datangnya dari setan, sedangkan ketika hati kita yakin akan sesuatu, dan semua jalan menuju petunjuk itu mudah, maka insyaallah itu adalah petunjuk dari Allah. Kita perlu berpikir lebih dalam dan tenang, tidak perlu tergesa-gesa dalam mengambil keputusan, tapi jangan pula menunda-nunda. Ujiannya adalah ketika kita mampu bersabar dan mengontrol diri dari apa yang kita inginkan.

Semua mungkin membingungkan, tapi ketika Kita coba resapi dan lebih mendekat pada Allah, maka tidak lah ada yang perlu Kita bingungkan ataupun kita risaukan. Karna nyatanya Allah akan memberikan petunjuknya dengan penuh kasih sayang. Kita hanya perlu mengerti, bahwa rasa Cinta yang Allah punya dan Allah berikan itu berbeda, baik rasanya, caranya ataupun bentuknya.

Share:

Senin, 01 Januari 2018

Only You Can Answer It

Terkadang aku suka terdiam, seperti seseorang yang sedang berpikir namun sebenarnya tidak ada yang aku pikirkan.

Menatap ke satu titik yang sama dengan tatapan kosong penuh kefokusan. Menunggu Ada yang membuyarkan kefokusan itu.

Jika tersadar, aku kadang berpikir, mengapa aku selalu begini tanpa sebab. Jika ku cari apa sebabnya, aku tidak pernah menemukan jawabannya.

Jenuh kah ? Kecewa kah ? Atau apa ?
Jika jenuh, apa alasan kejenuhan itu ? Aku merasa baik-baik saja semuanya.
Jika kecewa, apa pula yang membuatku kecewa ? Allah selalu membuatku merasa bahagia.
Jika bukan karna semua itu, lalu apa alasannya ?
Share:

Label Pena

Pena Terpopuler

Kawan Pena