• Untitle

    Mengutarakan apa yang tak mampu terucap. Lewat pena ku tuturkan segala yang ingin ku ungkapkan.

  • Sudut Pandang

    Menyoroti sesuatu dari kacamata seorang awam. Bisa benar atau juga salah. Tidak perlu saling menghakimi, kita hanya perlu saling menasehati dan menghargai segala perbedaan.

  • Ceracau

    Menulis menjadi suatu hal yang baru. Sulit, namun terasa begitu menyenangkan. Membagi sesuatu yang kita rasakan atau kita pikirkan kepada oranglain. Berharap semua membawa kebermanfaatan.

  • Sajak

    Melatih rasa dan membahasakan sesuatu yang di rasa. Melankolis katanya. Namun itu dapat melunakkan hati yang keras, dan mempesona hati yang lembut.

Sabtu, 30 Juni 2018

You Have Memories with...

"You have memories with........ "

Pasti pengguna jejaring sosial media Facebook tidak asing dengan pesan diatas. Yap,  pesan yang menggiring penggunanya kembali mengingat jejak aktivitas yang telah terekam tempo dulu. Pesan dapat berisi tentang history pertemanan, post status,  bahkan sampai comment pengguna di jejaring sosial tersebut. 

Bicara mengenai memories atau kenangan, saya ingat betul sebuah kalimat yang pernah disebutkan oleh seorang teman dekat saya mengenai satu kata itu.  Katanya begini,  "Setiap apa yang kita lalui itu pasti akan terkenang".

Iyaa, terkenang. Akhirnya yaa jadi kenangan. Terpatri dalam memori otak kita yang terkadang kita ingin dan senang mengingatnya kembali,  atau mungkin sebaliknya, hingga berandai jika saja semuanya tidak pernah terjadi atau jika bisa waktu diputar kembali ke masa itu dan menahan si ego untuk tidak melakukan perbuatan itu. Namun, sayang di sayang pengandaian itu adalah sebuah keniscayaan. 

Sebut saja semua kejadian yang setiap lembar kenangannya ingin ditutup itu sebagai sebuah kesalahan, sebuah kegagalan. Dalam lanjutan kalimatnya, teman saya lagi-lagi memberikan statement syantiknya.  Seperti ini katanya, "Disitu lah ada yang namanya pelajaran".

Pelajaran. Sekali lagi saya sebutkan, Pe-la-ja-ran. Tuhan tentu tidaklah memberikan sesuatu tanpa makna bagi setiap hamba-Nya. Kita bisa tengok persembahan cintanya berikut ini, "Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: "Kami telah beriman", sedang mereka tidak diuji lagi?
(QS: al-'Ankabuut Ayat: 2)". Oooo,  tentu saja tidak.

Tuhan akan memberikan kita begitu banyak ujian selagi nyawa masih dikandung badan. Yang menentukan lulus atau tidaknya adalah usaha kita sendiri dalam memaknai maksud Tuhan,  bukan memperdebatkannya dengan terus menyalahkan waktu dan atau Tuhan.

Dikatakan dalam sebuah hadits "...... Masuklah kamu ke dalam surga dari pintu manapun kamu suka"  (HR.  Ahmad) . Sebuah reward yang sangat menggiurkan bukan?

Jadi,  "Nikmat Tuhan mana lagi yang kalian dustakan? "  (QS: Ar-Rahman ayat: 13). Hayoo,  yang mana lagi coba? -nyengir-

Yuk, lebih bijak dalam menyikapi kenangan.  Juga semakin bijak dalam bersikap dan bertindak agar tidak ada lagi lembaran kenangan yang ketika dibuka membuat wajah berubah pucat.

#sabtulis #pekan26

Share:

Sabtu, 23 Juni 2018

Daster Mamah

"Ehh ternyata daster mamah masih ada", tetiba mamah sumringah sembari jalan ke ruang tamu menggunakan daster.

"Itu bukannya daster pas mamah hamil eneng yaa? Masih muat aja", balas saya cepat.

Percakapan singkat soal daster ini mengingatkan saya ke beberapa hari yang lalu. Saat itu mamah bilang kalau pengen banget memakai daster lagi.  Katanya cocok di cuaca sekarang yang agak panas,  bahkan saat malam tiba.

Berasa ada unsur kode di dalam perkataan dan perbuatan mamah.  Atau mungkin hati saya saja yang mulai over sensitive jadinya semua di anggap kode. Maklum saja,  setiap kali ngobrol bareng sama mamah selalu ada celetukan random dari mamah yang terkadang membuat saya tidak bisa membalasnya. Heehee..

Bicara soal daster, memang benar si kata mamah kalau daster itu cocok di cuaca panas. Daster biasanya dibuat dari bahan yang adem dan menyerap keringat,  wajar kalau banyak penggemarnya.  Saya juga pernah memakainya, dan itu ternyata bikin nagih.  Sepertinya saya memang perlu menambah koleksi baru,  Daster.

Share:

Sabtu, 16 Juni 2018

Untuk Hati yang Ingin Kembali Utuh

Allah pernah membuatku merasa benar bahwa dia adalah jodohku. Seperti angan-angan yang dibuatkan-Nya menjadi nyata. Setiap harap yang akhirnya aku sangkutpautkan agar terlihat cocok. Cocokologi. Mungkin istilah itu tepat untuk setiap pemaksaan yang aku benarkan tentang dia dan aku.

Aku sadar, meskipun sudah amat terlambat. Allah bukan lah ingin aku berpikir demikian tentang harap dan angan-angan. Pun jika benar semua Allah jadikan terwujud, itu bukanlah sebuah pemberian, nyatanya Allah hanya ingin aku menyadarinya bahwa semua hanyalah halusinasi yang aku anggap nyata dalam kehidupan.

Aku akui mungkin hati yang Allah takdirkan untuk hancur oleh perbuatanku sendiri ini masih saja tak kembali utuh seperti sedia kala. Tapi setidaknya aku memahami betapa kasih dan sayang-Nya tak pantas aku ragukan hanya karna hatiku pernah dibuat-Nya patah.

-Untuk hati yang ingin kembali utuh-


#sabtulis #pekan24
Share:

Sabtu, 09 Juni 2018

Si Tertutup

Aku si tertutup. Terbiasa mengalah pada apapun dan siapapun. Berusaha menyenangkan oranglain dengan tidak menolak ataupun memberikan pendapat buruk.

Aku si tertutup. Ekspresi yang aku rasakan sebenernya tidaklah pernah tercermin pada wajah. Itu hanya bisa dirasakan oleh mereka yang benar-benar memahami dan mengenalku dengan sangat baik. Meskipun itu mungkin tidak banyak aku dapatkan dari mereka yang aku anggap teman baik.

Aku si tertutup. Memiliki kebiasaan memendam sedihku sendiri. Dalam pikirku, aku hanya boleh bersedih ketika aku sendiri. Dan kesedihan atau masalah yang aku hadapi bukanlah konsumsi publik, bukan pula konsumsi teman-teman dekat, karna mungkin mereka memiliki kisah sedih yang lebih dalam, atau kisah sedihku hanya akan menambah beban mereka. Heuh (senyum sinis), pikiranku memang sempit.

Aku si tertutup. Begitu dulu julukan yang aku sematkan pada diriku sendiri. Sejak dulu. Tapi mungkin berbeda dengan sekarang.

Aku si tertutup. Yang mencoba menjadi si terbuka. Entah ini berhasil atau tidak, tapi aku mencoba mendobrag kebiasaan yang sudah lama menempel dalam diriku.

Aku si tertutup. Yang mencoba menjadi si terbuka. Mencoba untuk jujur pada pikiran, perasaan, juga keinginanku sendiri untuk lebih menghargai diriku sendiri, pun sebenarnya juga untuk lebih menghargai oranglain. Meski mungkin tidak begitu penerimaan oranglain.

Hal ini bukanlah perkara yang mudah. Jangankan untuk memulainya, memikirkan perubahan ini saja membutuhkan waktu yang lama bagiku. Belum lagi konsekuensi yang akan ditimbulkan. Seorang teman pernah bilang padaku, bahwa salah satu resiko dari perubahan ini adalah merenggangnya pertemanan. Suatu hal yang amat berat bagiku yang notabene sangat senang berteman.

Setiap pilihan memiliki sebab dan akibat. Begitulah sebuah keputusan itu dibuat.


#sabtulis #pekan23
Share:

Sabtu, 02 Juni 2018

Di balik 17 Ramadhan

Ditengah dinginnya malam. Waktu sahur pun masih terlalu dini aku pikir. Sayup-sayup aku mendengar suara Mamah memanggil-manggil namaku. Digoyang-goyangkan pula badanku.

"Teh, teh, bangun. Bangun, teh. Liat nih. Kayanya Mamah mau lahiran. Tuh air ketubannya udah pecah."

Mata kantukku tetiba terbelalak. Badan lunglaiku tetiba sigap terbangun dari kasur. Benar saja, aku melihat air ketuban itu sudah berceceran di lantai. Aku panik. Entah, apa yang harus aku lakukan terlebih dahulu. Mengelap air ketuban yang berceceran? Menyiapkan perlengkapan persalinan? Atau aku harus mandi dulu? *Loh heehee.

Mamah yang melihat kepanikanku duduk memberikan komando. Katanya aku harus ke rumah tetangga terdekat untuk meminta bantuan. Maklum saat itu Bapak sedang tidak di rumah. Jika aku ingat-ingat, saat itu Mamah justru jauh lebih tenang dibandingkan aku, padahal beliau kan akan melahirkan. Benar yaa, Ibu tuh emang zuppeerrr!

Setelah meminta bantuan tetangga, akhirnya kami mendapatkan mobil untuk membawa Mamah ke rumah sakit. Tahun 2012 (waktu dimana kisah ini terjadi) itu ada bantuan dari pemerintah untuk biaya persalinan, namanya JAMPERSAL. Kalau sekarang, semua yang berhubungan dengan kesehatan termasuk biaya persalinan sudah masuk ke dalam BPJS Kesehatan.

Obrol-obrol soal JAMPERSAL, karena hal inilah perjalanan persalinan Mamah jadi begitu dramatis. Bagaimana tidak, Mamah dengan kondisinya yang sedemikian rupa, hamil dengan umur 44 tahun, ketuban sudah pecah,
ditolak oleh 3 rumah sakit dengan berbagai macam alasan. Emosi? Tidak perlu ditanya. Saat itu sumpah serapah terhadap pemerintah sudah tak terbendung lagi, terutama pada 3 rumah sakit tersebut.

Aku emosi bukan karna lelahnya perjalanan. Bukan karna dinginnya semilir angin mobil kolbak yang kami taiki. Aku emosi karna ada 2 nyawa yang sedang mereka permainankan. Nyawa Mamah dan calon adik baruku.

Sepanjang perjalanan aku hanya berdo'a semoga mereka berdua baik-baik saja. Semoga Allah memberikan jalan keluar. Tidak menggunakan JAMPERSAL pun tidak apa-apa, asal mereka cepat mendapatkan tindakan. Akhirnya tetanggaku berinisitif membawa Mamah ke rumah sakit swasta. Alhamdulillah Mamah langsung mendapat tindakan medis. Tapi, rasa mulas yang terasa saat dini hari sudah tidak muncul lagi. Ini membuatku ketar-ketir. Pikiran buruk mulai menguasaiku. Bagaimana kondisi mereka sebenarnya.

Disisi lain, aku diminta menghadap dokter dan staf rumah sakit. Dengan rasa gugup aku datangi mereka. Mereka bilang ibuku baik-baik saja, anak dalam kandungannya pun baik-baik saja. Tapi, air ketuban yang merupakan pelumas saat melahirkan, sudah hampir habis. Hal itu menyebabkan Mamah tidak diperbolehkan melakukan persalinan normal. Juga karna umur yang sudah melebihi kepala empat. Mereka bertanya, kenapa hal itu bisa terjadi, air ketuban hampir habis. Dan aku ceritakan semua kronologis yang terjadi.

Setelah itu, aku diminta untuk mengisi formulir persalinan caesar. Disana tercantum nominal yang cukup besar. Mencapai belasan juta. Entah  bagaimana cara kami membayarnya nanti.

Jam 8 tepat operasi dimulai. Aku menunggu dengan panik. Sesekali aku mendengar ada suara orang meronta kesakitan dan meminta pertolongan. Aku pikir itu suara Mamah. Tapi nyatanya bukan.

Aku lupa tepatnya pukul berapa, tapi tetiba ada suara suster memanggil nama keluargaku. Membuyarkan semua halusinasiku. Ternyata operasi sudah selesai. Suster memperlihatkan gadis mungil dengan wajah berwarna merah kepadaku. Aku panggil gadis mungil itu dengan sebutan "Eneng", lalu gadis mungil itu membalas dengan senyum manisnya. Seakan ia mengerti, bahwa yang menyapanya adalah keluarganya. Ya Allah, sungguh, tidak ada kata yang mampu menggambarkan ekspresi kegembiraanku saat itu. (Bersambung)

#sabtulis #pekan22

Share:

Label Pena

Pena Terpopuler

Kawan Pena