• Untitle

    Mengutarakan apa yang tak mampu terucap. Lewat pena ku tuturkan segala yang ingin ku ungkapkan.

  • Sudut Pandang

    Menyoroti sesuatu dari kacamata seorang awam. Bisa benar atau juga salah. Tidak perlu saling menghakimi, kita hanya perlu saling menasehati dan menghargai segala perbedaan.

  • Ceracau

    Menulis menjadi suatu hal yang baru. Sulit, namun terasa begitu menyenangkan. Membagi sesuatu yang kita rasakan atau kita pikirkan kepada oranglain. Berharap semua membawa kebermanfaatan.

  • Sajak

    Melatih rasa dan membahasakan sesuatu yang di rasa. Melankolis katanya. Namun itu dapat melunakkan hati yang keras, dan mempesona hati yang lembut.

Sabtu, 29 September 2018

Melepasmu

Tidak ada yang kekal dan abadi di dunia ini. Mungkin juga jalinan simpul denganmu ini.

Melepaskan lagi. Sekali lagi. Kini, giliran melepaskan dirimu. Seseorang yang sedikit banyak memberi pengaruh dalam diri ini.

Ini memang bukan pengalaman pertamaku melepas seseorang pergi, tapi tetap saja hal ini memberi bekas di hati, atau setidaknya meninggalkan bekas yang begitu jelas di pipi.

Dear kamu,
Seseorang yang terlalu sering aku paling twins, meski nyatanya kita jauh berbeda. Terimakasih atas segala ilmu, kesabaran, juga akhlak yang begitu mempesona. Terimakasih karna telah menjadi teman dan juga teladan yang baik bagi diri ini yang masih jauh tertinggal di bawah. Maaf jika ternyata kekhilafan yang pernah aku perbuat tidak sengaja membuatmu terluka. Aku yakin kebesaran hatimu pasti mengalahkan sakitnya.

Tiada harap serta do'a selain untuk kebaikan dan kebahagianmu. Semoga dimanapun dirimu berada, kamu tetap menjadi teladan dan menginspirasi banyak orang.

Twins, di jalan ini kita bertemu, meski nanti arah kita mulai berbeda, aku yakin tujuan kita masih tetap sama 😊

#sabtulis #pekan39

Share:

Sabtu, 22 September 2018

Rumput Tetangga

"Rumput tetangga memang selalu terlihat lebih indah"

Pasti kalimat itu sering sekali kita dengar. Yaa, memang terkadang hal itu adalah benar adanya. Tapi, bisa juga sebaliknya. Semua bergantung pada sudut pandang masing-masing orang.

Jika kita adalah tipikal yang senang membanding-bandingkan sesuatu, biasanya kita akan sampai pada rasa ketidakpuasan pada diri sendiri dan tentu saja iri. Jika kita adalah seseorang yang senang mengamati, tentu biasanya kita akan berpikir bagaimana perjuangan si pemilik dalam merawat rumputnya hingga tumbuh dengan begitu indahnya. Kemudian memetik pelajaran darinya. Hanya saja, hal ini mungkin jarang dijumpai. Lebih banyak orang termasuk pada tipikal yang pertama. Iri.

Terkadang, sesuatu itu memang lebih indah dinikmati dari luar. Padahal jika menilik lebih dalam, kita akan menemukan kerjakeras dan peluh yang mungkin akan sedikit menggeser pandangan indah tersebut.

#sabtulis #pekan38

Share:

Sabtu, 15 September 2018

I just...

Pasti kalian sering mendengar tentang "Manusia tidak bisa hidup sendiri" atau, "Manusia itu hidup berkelompok".

Bagaimana pandangan kalian soal ini?

Saya rasa pendapat ini memang benar adanya. Setiap orang tumbuh besar dalam lingkup kelompok tertentu. Skala kecilnya adalah keluarga. Biasanya semua anggota akan saling bergantungan satu sama lain. Mungkin lebih tepatnya saling melengkapi. Dan kabar baiknya adalah, lingkup terkecil ini merupakan kumpulan orang-orang yang paling memahami dan menghargai para anggota di dalamnya.

Jika kita perluas, kelompok lainnya adalah lingkup pertemanan atau lingkup masyarakat. Lingkup pertemanan terkadang bisa jadi pengganti keluarga. Katanya, lingkup ini bisa menyamai keluarga dalam hal memahami dan menghargai. Meski, mungkin tidak sesempurna keluarga. Atau mungkin, keberadaannya justru lebih sempurna dari keluarga. Pandangan ini tentu akan berbeda-beda di setiap orangnya. Banyak faktor yang membedakannya, terutama dari faktor kedekatan emosional orang tersebut.

Tapi, bagaimana dengan orang yang suka menyendiri? Atau orang yang menyebut dirinya seorang introvert?

Meski orang-orang tersebut terkesan "Asik sendiri", mereka tetap berkelompok. Kelompok yang saya maksud disini bukan hanya keluarga, tetapi juga pertemanan. Meski biasanya mereka hanya menempatkan sedikit saja orang dalam kelompoknya. Yap, hanya se-di-kit. Sedikit artinya spesial. Mereka bisa saja berteman dengan banyak orang layaknya orang lain, hanya saja mereka memberikan space khusus bagi sedikit orang untuk menjadi bagian dari dirinya yang sebenarnya. Jadi bagian terdekat hingga dapat leluasa mengungkapkan segala yang bisa atau tidak bisa dia ungkapkan pada orang lain, dan membagi segala yang tidak pernah bisa dia bagi pada orang lainnya.

Yang saya tau, introvert banyak tingkatannya. Mungkin saya bukan termasuk dalam deretan introvert tingkat atas, yang katanya tingkat terparah. Saya mungkin bagian terendah. Jika ditanya, saya bisa saja bercerita. Terkesan seperti seorang ekstrovert juga di waktu yang lain.

Saya hanya membiasakan diri untuk diam. Tidak berusaha nimbrung dalam obrolan orang sekitar. Saya pikir ada beberapa hal yang menyebabkan saya seperti itu. Saya sering ingin di dengar tapi hanya bisa menjadi pendengar. Rasanya apa yang saya bicarakan selalu tidak penting dimata oranglain. Suara yang terabaikan saya menyebutnya. Di lain hal, diam pun menjadi masalah. Katanya terlalu serius dan kaku. Hal ini sebenarnya menggelitik, karna teman dekat saya pasti tau kalau saya adalah tipikal cerewet ulung dan humoris. Ternyata diam saja pun sama tak menguntungkannya.

Alasan lainnya adalah rasa kepercayaan yang mulai luntur, atau mungkin sudah menghilang pada sebagian teman. Yaa, saya sempat beberapa kali mengalami kejadian tidak menyenangkan karna seseorang yang saya sebut teman dekat, sahabat. Traumatik berkepanjangan hingga saat ini.

Saya bukan seorang pendendam. Mungkin karna saya dikaruniai sifat kewanitaan yang berlebih, yang katanya gampang memafkan tapi sulit melupakan. Dan itulah yang saya alami. Saya masih berteman baik, hanya saja saya membatasi diri. Lingkup pertemanan spesial pun mulai menghilang. Saya tidak tau siapa saja yang tersisa di dalamnya, atau bahkan sudah tidak ada? Saya tidak membuat presensinya saat ini. Mungkin nanti, jika trauma itu sudah menghilang.

Kelompok yang dulu amat dekat, menjadi amat jauh, bahkan untuk sekedar berbagipun saya enggan. Kelompok yang baru pun demikian. Kelompok lainnya mungkin sebagian. Pada akhirnya, saya tersadar, memang keluargalah kelompok terbaik.

Saya hanya membutuhkan sebuah hubungan yang tulus, yang bisa dirasakan, bukan hanya dilihat.

#sabtulis #pekan37


Share:

Sabtu, 08 September 2018

Hijrah??

Menyambut datangnya tahun baru Hijriyah 1440H atau 1 Muharram yang tinggal beberapa hari lagi, kali ini saya ingin membahas sedikit mengenai Hijrah.

Apa itu hijrah? Secara bebas kita biasa mengartikannya sebagai suatu kegiatan perubahan. Akhir-akhir ini kata hijrah lebih dekat digunakan untuk mewakili suatu perubahan yang dilakukan dari sisi agamis seseorang. Contohnya perubahan seseorang dari tidak berjilbab menjadi berjilbab, laki-laki yang mulai beralih menggunakan celana cungkring, memanjangkan jenggot, dan perubahan-perubahan spiritual lainnya.

Tapi, tahukah kalian bahwa definisi sesungguhnya mengenai hijrah dalam kamus besar bahasa Indonesia adalah:

1. Perpindahan Nabi Muhammad saw. bersama sebagian pengikutnya dari Mekah ke Medinah untuk menyelamatkan diri dan sebagainya dari tekanan kaum kafir Quraisy, Mekah; 
2. v berpindah atau menyingkir untuk sementara waktu dari suatu tempat ke tempat lain yang lebih baik dengan alasan tertentu (keselamatan, kebaikan, dan sebagainya);

Atau kalau boleh disimpulkan hijrah adalah "Pindah".

Menelaah lebih jauh ke belakang, sejarah mengenai kata hijrah itu sendiri lebih relefan dengan arti kata yang dikemukakan oleh KKBI daripada definisi bebas yang biasa kita gunakan. Hijrah adalah suatu peristiwa berpindahnya kaum muslimin dari wilayah Mekkah ke Madinah yang dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW beserta para pengikutnya yang beriman.

Peritiwa tersebut adalah cikal bakal penetapan Kalender Hijriyah, yang mana kalender tersebut mulai digunakan pada masa kekalifahan Umar bin Khatab.

Berbicara mengenai penyambutan tahun baru, antara tahun baru masehi dan tahun baru hijriyah sepertinya mendapat perlakuan yang berbeda. Orang-orang cenderung akan heboh dan merayakan secara besar-besaran ketika tahun baru masehi akan datang. Menyambut dengan penuh suka cita bahkan mempersiapkannya jauh-jauh hari. Sedangkan bila tiba saatnya memasuki tahun baru hijriyah, orang-orang cenderung menyambutnya dengan "Lupa". Yap, lupa. Padahal di dalam kalender masehi, keduanya sama-sama berwarna merah.

Tahun baru masehi biasanya juga disambut dengan membuat resolusi. Me-list impian, harapan, dan perubahan yang ingin dicapai di tahun yang baru. Tapi ada yang terlupa disana, yaitu muhasabah. Sedangkan tahun baru hijriyah, tidak banyak orang yang melakukan resolusi atau muhasabah. Padahal lewat sejarahnya saja kita di ajak untuk bermuhasabah. Di ajak untuk memaknai kata melakukan perpindahan. Pindah dari kemungkaran menuju kebajikan. Pindah dari masa yang kelam ke masa yang terang benderang.

Suatu penyikapan yang terbalik menurut saya. Terlebih kita adalah bangsa yang mayoritas memeluk agama islam. Seharusnya perlakuan istimewa lebih tepat kita berikan pada tahun baru hijriyah.

Masih ada waktu beberapa hari lagi untuk menyambutnya. Sebenarnya tidak ada yang namanya perayaan, mungkin lebih tepatnya kita memperbanyak muhasabah. Bukan bearti muhasabah dilakukan hanya setahun sekali pada saat tahun baru saja, tapi ini adalah cara terbaik untuk menyambut tahun baru itu sendiri. Dan satu lagi, tahun baru hijriyah biasa disebut juga lebaran anak yatim. Jika ingin merayakan tahun baru hijriyah, mungkin perayaan yang tepat adalah dengan berbagi rezeki bersama mereka.

Mari kita maknai tahun baru hijriyah kali ini dengan ber-hijrah. Hijrah secara besar-besaran.

#sabtulis #pekan36

Share:

Sabtu, 01 September 2018

Hidden Rain

Kemarin sabtulis meluncurkan tema untuk menulis pekan ini. Temanya Hujan. Kamu tau, tadi siang saat mataku hendak terpejam kembali, aku terperanjat karena mendengar suara hujan. Tidak deras, tapi juga tidak ringan. Suaranya terdengar sedang-sedang saja. Tetiba pintu terbuka, ternyata mamah hendak masuk, dan aku bertanya:

"Hujan yaa mah?"
"Ngga, hujan darimana, tuh ini terang-terang aja"
"Masa? tadi aku denger hujan koq"
"Ngga ada ahh, hujan darimana coba. Aneh kamu"

Ohh yaa? Tidak hujan? Tapi kenapa suara hujan itu terasa begitu nyata di siang bolong tadi. Sungguh ke-halu-an yang hakiki.

Halu tentang hujan, mengingatkan aku pada sosokmu. Menurutku kamu sama seperti hujan. Awalnya terasa begitu menyejukkan, tapi pada akhirnya juga terasa menyakitkan karna hawa sejuk yang lebih cenderung mendekati hawa dingin. Sangat menusuk.

Hujan biasanya memberi tanda jika hendak datang, dengan menyebarkan bau tanah basah atau meredupkan cahaya yang dimiiliki langit. Kamu tau, disini kamu pun sama dengannya. Salam perkenalan dan lugu bahasamu berbasa-basi menandakan kedatanganmu di kehidupanku saat itu.

Pun saat hujan reda. Kamu pun sama dengannya, berhenti menyapa begitu saja, tanpa memberi tanda keberpamitan. Tiba-tiba sapaan itu hilang, kemudian diikuti dengan wujudmu yang sirna. Kamu dan hujan, kenapa begitu banyak kesamaan?

Tapi diantara waktu kedatangan dan kepamitan kalian, aku menikmati setiap detik kebersamaanku dengan kalian. Hujan yang selalu ada saat aku ingin menyembunyikan air yang jatuh dari mataku, terlebih jika itu karna dirimu. Hujan jugalah yang menyelamatkanku, saat egoku mengalahkan keimananku.

Setiap detik denganmu pun sama beartinya bagiku. Dan aku tak menafikan hal itu. Hanya saja, hujan lebih aku sukai daripada dirimu. Kamu tau kenapa? Karna hujan selalu membuatku jauh lebih baik dari sebelumnya.

*Kamu, seseorang yang masih saja aku ingat saat hujan turun

#sabtulis #pekan35

Share:

Label Pena

Pena Terpopuler

Kawan Pena