• Untitle

    Mengutarakan apa yang tak mampu terucap. Lewat pena ku tuturkan segala yang ingin ku ungkapkan.

  • Sudut Pandang

    Menyoroti sesuatu dari kacamata seorang awam. Bisa benar atau juga salah. Tidak perlu saling menghakimi, kita hanya perlu saling menasehati dan menghargai segala perbedaan.

  • Ceracau

    Menulis menjadi suatu hal yang baru. Sulit, namun terasa begitu menyenangkan. Membagi sesuatu yang kita rasakan atau kita pikirkan kepada oranglain. Berharap semua membawa kebermanfaatan.

  • Sajak

    Melatih rasa dan membahasakan sesuatu yang di rasa. Melankolis katanya. Namun itu dapat melunakkan hati yang keras, dan mempesona hati yang lembut.

Sabtu, 31 Maret 2018

Bab Kenangan

Apa kamu masih mengingat dia ? Atau mungkin, sekarang kamu sudah melupakannya ?

Aku tertunduk, dan sejenak menghela napas. Kemudian mengangkat kembali kepala seraya berkata, "Semua yang sudah terjadi di masa lalu akan menjadi kenangan. Aku mungkin tak bisa menggantinya, atau bahkan menghapusnya. Tapi, aku bisa menciptakan kenangan-kenangan baru bukan ? Yang jauh lebih indah. Hingga kenangan lama terasa begitu jauh untuk dibuka kembali lembaran-lembarannya"

Tak kan pernah ada habisnya berbicara mengenai kenangan. Kenangan yang berisi pengalaman baik ataupun buruk, semua sudah terjadi. Kita tak punya daya untuk kembali pada masa itu dan memperbaiki semuanya, ataupun mengulangnya kembali.

Sekarang, sudah seharusnya kita memandang jauh ke depan. Mengukir impian yang mungkin sejak dulu belum bisa kita raih. Merancangnya kembali agar impian itu dapat terwujud. Dan kita dapat menikmati hasilnya.

Namun, ada kalanya sesekali kita juga perlu berbalik untuk melihat kebelakang. Bukan untuk menyesali semua yang telah terjadi di masa lalu, tapi untuk tersenyum atas semua pelajaran yang telah diberikan, hingga kini kita bisa mensyukurinya.


Melihat derasnya ombak dan mendengarkan riuh suaranya, entah kenapa begitu menenangkan. Rasanya semua kenangan ikut hanyut bersamanya. Angin yang berhembus, seakan memberi kesejukan pada jiwa yang baru.

Bab kenangan. Begitu aku menamainya. Tentang dia dan kenangan bersamanya. Ukiran di bibir pantai sudah terhapus oleh air laut. Pun di dalam sini (hati) dan juga disini (pikiran).

#sabtulis #pekan13

Share:

Sabtu, 24 Maret 2018

Sendiri

"Kamu ngga punya temen yaa ? Kerjaannya jalan-jalan sendirian mulu", pertanyaan yang saya tujukan pada salah satu teman yang hobinya adalah berpetualang sendirian.

Dia. Hampir setiap hari sepulang mengajar selalu pergi jalan-jalan. Entah untuk makan, nonton, atau duduk manis di dalam kereta menikmati mondar-mandirnya rute kereta. Dia bahkan pernah berada dalam kereta dari jam 5 sore sampai jam 8 malam untuk melakukan hal itu. Hobi atau iseng, itu hampir sulit saya bedakan.

Saya tak habis pikir, apa yang membuatnya nyaman melakukan itu semua sendirian. Padahal dia bukannya orang yang introvert ataupun anti sosial. Dia tipikal yang rame dan senang bercerita. Seharusnya dia tidak menyukai kesendirian. Begitu menurut saya. Tapi ternyata pendapat saya itu salah. Katanya jalan-jalan sendiri itu enak dan bikin nagih. Dia menyuruh saya mencobanya.

"Cobaan deh ka, sesekali nonton sendiri. Naik kereta bolak-balik. Seru tau liatin ekspresi orang satu-satu di dalam kereta. Suka bikin ketawa sendiri, kesel sendiri, haahaa."

Begitu katanya. Dengan sangat antusias dia menceritakan pengalamannya. Entah ini sugesti atau apa, saya jadi penasaran ingin mencoba. Saya pikir mungkin apa yang dia katakan itu benar, saya perlu mencobanya sesekali. Dan beberapa hari lalu saya tidak masuk kerja untuk melakukan itu. Kebetulan kontrak kerja Saya juga sudah habis, jadi saya punya alasan untuk tidak masuk kantor heehee.

Berangkat pagi-pagi dengan pakaian kerja seperti biasanya. Saya hanya pamit kepada orangtua untuk keluar rumah. Sengaja saya tidak bilang kalau saya bolos. Termasuk soal kenapa saya bolos. Khawatir mereka menjadi khawatir (ngerti kan yaa maksudnya ). Setidaknya saya tidak berkata bohong kepada mereka. Saya memang benar-benar keluar rumah, hanya saja dengan tujuan yang berbeda.

Hari itu tujuan pertama saya adalah toko buku. Iyaa, saya sangat menyukai buku, maka dari itu saya langsung mengunjungi toko buku. Hampir 2 buku habis saya lahap. Lumayan lama saya disana, sampai tidak terasa sudah masuk jam makan siang. Selesai dari toko buku, saya menuju tempat makan. Sempat linglung si ingin makan apa dan dimana. Maklum saja karna biasanya selalu ada teman diskusi untuk memutuskan apapun termasuk soal makanan.

Setelah makan siang, saya memutuskan untuk nonton bioskop. Sendirian. Saya lupa kapan terakhir saya nonton di bioskop. Sampai-sampai saya kikuk banget saat memesan tiket.


Petugas : "Silahkan mba, ada yang bisa saya bantu ? Mba mau nonton film apa ?", Sapa si petugas bioskop.

Saya : "Film yang bagus dan banyak peminatnya minggu ini apa mas ?", Jawaban kikuk Saya.

Petugas :"Minggu ini ? Ada tomb raider, black panther, yang lainnya juga rame sih mba. Mba nya mau nonton film apa ?"

Saya : "Black panther aja deh mas. Itu banyak kan yaa penontonnya ?"

Petugas : "Iyaa mba Banyak koq. Mba nya mau duduk dimana ?", Sambil memperlihatkan monitor berisikan deretan bangku-bangku yang bisa dipilih.

Saya : pencet-pencet monitor. "Koq ngga berubah warna sih nih bangku yang gue pilih", (bicara dalam hati).
"Mas, ini saya pencet koq ngga berubah Yaa ? Saya pilih duduk di C9. Ini milihnya gimana dah mas ? Saya pencet atau gimana ?", Tanya saya setelah lelah memencet monitor.

Petugas : "Disebutkan saja mba mau duduk dimana, nanti saya proses."

Saya : "Ohh"

Dalam hati malu banget ya Allah. Berasa norak. Haahaa. Sekali lagi saya harus bilang, mohon dimaklumi karna saya sudah lama sekali tidak nonton bioskop. Dulu kalau nonton bioskop pasti selalu dipesankan teman, heehee.

Saya baru sadar, ternyata begini toh jalan sendirian tuh. Seru. Tapi yaa lucu juga. Saya jadi berpikir, terkadang kita memang perlu sendiri. Memberikan waktu pada diri sendiri untuk menikmati kesendirian. Memberi jeda pada rutinitas yang ada. Melakukan hal yang tak biasa untuk sesekali waktu.

Ternyata sendiri itu tak melulu sepi. Sendiri justru menjadi ramai. Sendiri justru membuat kita berani. Sendiri menyadarkan kita akan sisi lain dari diri kita sendiri, yang tak pernah kita sangka kita memilikinya, dan yang tak pernah kita duga kita dapat melakukannya.


#sabtulis #pekan12

Share:

Sabtu, 17 Maret 2018

Persiapan Pernikahan

Menikah. Salah satu sunnah Rasulullah yang katanya dalam hadits, "Dari Ibnu Mas'ud, ia berkata : Rasulullah SAW bersabda, "Hai para pemuda, barangsiapa diantara kamu yang sudah mampu menikah, Menikahlah, karena sesungguhnya nikah itu lebih dapat menundukkan pandangan dan lebih dapat menjaga kemaluan. Dan barangsiapa yang belum mampu, maka hendaklah ia berpuasa, karena berpuasa itu baginya (menjadi) pengekang syahwat"". (HR. Jamaah).

Seperti anjuran yang telah dikatakan oleh Rasulullah, jika sudah mampu menikah, maka Menikahlah. Kalimat simple, namun prakteknya tidaklah simple. Itu menurut saya si. Ternyata ada hal-hal yang membuatnya tidak simple.

Mempersiapkan pernikahan nyatanya tak semudah yang dibayangkan, tak seinstan praktek-praktek yang di tayangkan sinetron di televisi. Saya pikir jika sudah menemukan pasangan yang tepat, maka semuanya akan berjalan mulus. Mulai dari persiapan lamaran, memilih undangan, dan pernak-pernik pernikahan lainnya.

Segala bentuk persiapan dalam pernikahan, terlibat secara langsung ataupun tidak, kedua mempelai tetap saja memikirkan akan seperti apa nanti acara pernikahan mereka berlangsung. Bingung ? Tentu saja iyaa. Yang akan sibuk dan bingung ternyata bukan hanya orangtua, tetapi kedua mempelai juga loh.

Belum sampai pada pernikahan, sang mempelai akan dihadapkan pada persiapan konsep apa yang akan diterapkan di hari nan spesial nanti. Juga menentukan siapa saja orang-orang yang akan bertugas sebagai penanggungjawab dalam acara nanti. Inginnya tetangga dan teman terdekat ikut serta menjadi panitia. Bapak ini menjadi MC saat akad. Ibu ini menjadi penjaga prasmanan, si anu jadi penerima tamu, si ono jadi kordinator lapangan, dan masih banyak si si si yang lain. Ini saja sudah membuat mempelai bingung.

Perbedaan suku dan budaya juga menjadi tantangan tersendiri. Di satu pihak ingin adat istiadat budayanya dilaksanakan, sedangkan di pihak lain harus berusaha beradaptasi dengan budaya yang masih asing tersebut. Jika komunikasi berjalan kurang baik, bisa jadi akan menimbulkan persepsi yang salah di kedua belah pihak. Dan tentu itu akan menjadi beban bagi si calon pengantin.

Ini memang bukan pengalaman saya sendiri sih. Tapi hari ini saya banyak belajar dari teman saya mengenai persiapan yang harus dilakukan sebelum pernikahan. Sebelumnya saya pikir itu semua akan sangat mudah dijalani. Yang sulit bagi saya tentang pernikahan adalah soal menentukan pasangan, heehee. Tapi ternyata pernikahan tidaklah sesimple itu yaa. Belum lagi jika kita belum mempersiapkan tabungan dari jauh-jauh hari. Usut punya usut, biaya pernikahan sekarang itu tidak murah loh.

Satu pesan yang dia berikan, "Nikah itu murah, apalagi nikahnya weekdays di KUA, itu gratis, haahaa. Yang mahal itu adalah budaya. Seserahan lah, souvenir lah, undangan lah, makanya nabung, jangan dadakan, haahaa"

Lagi-lagi yang disinggung adalah budaya. Kalau jaman Rasulullah mah cukup potong kambing lalu undang tetangga untuk makan dirumah, itu sebagai bentuk menyebarluaskan kabar bahwa telah terjadi pernikahan antara si fulan dengan si fulanah. Bedanya jaman now, karna Indonesia kaya akan budaya, resepsi pernikahan bukan hanya berfungsi sebagai penyebar kabar, tetapi juga sebagai bentuk melestarikan budaya. Keren juga yaa heehee..

Menilik kembali pesan di atas tadi, "Jangan dadakan", nah ini nih yang sulit di antisipasi. Kan jodoh tidak ada yang tau ketemu dimana atau datangnya kapan heehee. Tapi pesan "Nabung" nya boleh lah yaa diterapkan dari sekarang (kalau belum nabung).

#sabtulis #pekan11

Share:

Sabtu, 10 Maret 2018

Tak Perlu Bertanya

Aku tak bercerita bukan berarti aku tak percaya. Aku hanya lelah, harus mengingat dan mengulang apa yang aku alami dan apa yang aku rasakan. Sungguh, bagiku itu melelahkan.

Tak perlu marah. Jangan membuatnya semakin parah. Aku takkan berubah hanya karna ada yang merasa marah. Cukup diam, dan biarkanlah saja. Biar lelah itu reda dengan sendirinya.

Bagiku, tak melulu setiap perbuatan memerlukan penjelasan. Terkadang apa yang aku lakukan bahkan tidak memiliki alasan. Maka jika ada yang bertanya, biarkanlah aku memberikan jawaban, 'Aku tidak mempunyai jawaban'.

Aku hanya ingin sendiri. Menikmati hari. Menuruti semua inginnya hati. Sudah terlalu lama ia terkekang. Tanpa diberi sedikitpun kesempatan. Ekpresinya tertahan oleh tatakrama. Hingga akhirnya semua membuatnya terluka.

#sabtulis #pekan10

Share:

Sabtu, 03 Maret 2018

Don't be Naive

"Klo jadi orang jangan terlalu naif"

Satu nasehat yang sering kali orang ucapkan kepada saya. Sebuah nasehat yang bukan hanya di ucapkan oleh satu orang, tapi sudah beberapa orang. Entah maksudnya apa. Apa saya itu terlihat terlalu naif dalam memahami sesuatu, begitu ? Apa si definisi naif yang sebenarnya ? Satu hal yang saya tau tentang naif, yaa itu nama sebuah band haahaa. Becanda yaa 😁. Naif itu terlalu lugu atau terlalu lurus gitu bukan si ? Kita cek saja yuu di kamus besar bahasa Indonesia.

Menurut kamus besar bahasa Indonesia, naif adalah sangat bersahaja; tidak banyak tingkah; lugu (karena muda dan kurang pengalaman). Atau bisa juga diartikan celaka; bodoh; tidak masuk akal.

Waw, ternyata naif itu definisinya banyak juga yaa. Mulai dari bersahaja sampai ke tidak masuk akal. Kira-kira saya termasuk kategori yang mana yaa ? 🙈

Lagi-lagi saya harus berpikir keras kenapa seseorang dapat disebut naif. Mungkin karna orang-orang yang dikatakan naif ini terkesan selalu berpikir positif atau lebih tepatnya terlalu positif. Selalu melihat sesuatu itu dengan cara pandang yang simple dan lurus. Tidak pernah berpikir negatif atau berpikir bahwa orang-orang di dekatnya akan berbuat jahat kepadanya.

Cuma memang saya sadari si, orang yang terlalu lugu atau berpikir lurus-lurus saja akan lebih mudah untuk di bohongi atau menjadi korban keisengan orang sekitarnya. Tapi karna keluguan itu juga mereka menjadi mudah disenangi orang-orang sekitarnya.

"Don't be naive ! Makanya, hidup itu jangan terlalu naif neng. "

Terkadang jika nasehat itu terdengar kembali di telinga, saya jadi merasa seakan-akan saya bukanlah orang bijak yang mampu bersikap dewasa untuk memahami suatu keadaan. Padahal menurut saya, saya tidak lugu-lugu amat, tidak lurus-lurus amat, dan saya juga merasa tidak naif, hanya saja saya memang tidak suka berpikir terlalu rumit apalagi sampai berpikir negatif terhadap suatu hal. Buat saya hal itu hanya akan menambah beban dan menghabiskan energi.

Tetapi, sekarang saya juga mulai berpikir, bahwa memang seharusnya dalam hidup kita tidak boleh terlalu naif. Ada kalanya kenyataan itu tidak berjalan sebagaimana baiknya pemikiran kita. Terkadang hidup memberikan kita kekecewaan, memberikan kita rasa sakit, hingga keluguan atau lurusnya pemikiran kita harus mengalah pada kenyataan itu sendiri.

#sabtulis #pekan9

Share:

Label Pena

Pena Terpopuler

Kawan Pena