• Untitle

    Mengutarakan apa yang tak mampu terucap. Lewat pena ku tuturkan segala yang ingin ku ungkapkan.

  • Sudut Pandang

    Menyoroti sesuatu dari kacamata seorang awam. Bisa benar atau juga salah. Tidak perlu saling menghakimi, kita hanya perlu saling menasehati dan menghargai segala perbedaan.

  • Ceracau

    Menulis menjadi suatu hal yang baru. Sulit, namun terasa begitu menyenangkan. Membagi sesuatu yang kita rasakan atau kita pikirkan kepada oranglain. Berharap semua membawa kebermanfaatan.

  • Sajak

    Melatih rasa dan membahasakan sesuatu yang di rasa. Melankolis katanya. Namun itu dapat melunakkan hati yang keras, dan mempesona hati yang lembut.

Sabtu, 28 April 2018

Kamu, yang Tak Bisa Ku Sebut Namanya

Teruntuk kamu yang tak bisa ku sebut namanya. Sejak awal berteman, kita selalu berada dalam lingkaran yang sama, entah kamu menyadarinya atau tidak, tapi memori saat pertama kita bertemu, aku masih sangat mengingatnya. Saat-saat dimana kita duduk bersama, saling bertegur sapa menanyakan kabar satu sama lain, bercanda dan bercengkrama. Tak seperti sekarang yang hanya terwakili dengan dunia maya. Moment itu, aku rindu padamu.

Teruntuk kamu yang tak bisa ku sebut namanya. Orang pintar yang tak pernah berlagak sok pintar. Orang yang banyak tau tapi tak pernah sok tau. Menasehati tanpa menggurui. Menjawab tanpa menyudutkan lawan bicara. Kamu, aku rindu padamu.

Teruntuk kamu yang masih tak bisa ku sebut namanya. Orang dengan 1001 wajah. Orang yang selalu menampakkan wajah baik-baik saja meskipun aku tau disaat tertentu kondisimu justru sebaliknya. Orang terpandai dalam menyembunyikan segalanya. Tak pernah bercerita tanpa ditanya. Kamu, aku masih saja rindu padamu.

Teruntuk kamu yang lagi-lagi tak bisa ku sebut namanya. Si introvert yang terkadang membuatku bingung akan sikapnya. Si introvert yang menangis saja perlu berpikir terlebih dulu 'Haruskah aku menangis?'. Dasar introvert ulung.
Aku mungkin tak begitu mengenali dunia introvert secara akut, layaknya kamu. Aku pikir dunia introvert akan membatasi pengidapnya, tapi kamu, dunia introvertmu, sama sekali tak menghalangimu untuk bergaul, beradaptasi, menggapai mimpi, hingga kini kamu dapat meraih kesuksesan. Jika menurutmu itu belum cukup untuk dikatakan sukses, biarkanlah dari kacamataku kamu terlihat demikian.

Lagi dan lagi, Teruntuk kamu yang tak bisa ku sebut namanya. Si konyol yang jarang membanyol. Sepintas orang tak akan menyadarinya jika kamu termasuk orang dengan tingkat kekonyolan yang lumayan tinggi, dengan kadar kegombalan yang juga cukup mumpuni. Kamu lebih terlihat dingin dan misterius. Padahal jika mereka mau mencoba mengenalmu lebih dalam, tak hanya kekonyolan dan rayuan gombal, mereka juga dapat menemukan kehangatan dan keteduhan dari tatapan mata dan gaya bicaramu. Sungguh, aku benar-benar rindu padamu.

Untuk kesekian kalinya, Teruntuk kamu yang tak bisa ku sebut namanya. Deskripsi apalagi yang harus aku tuangkan disini, untuk mewakili dirimu yang terlalu menginspirasi. Meski dingin, misterius, wajah flat, konyol, gombal, aku selalu senang berada dekat denganmu. Entah cerita apalagi yang harus aku narasikan disini, untuk menggambarkan betapa hebat si introvert ku ini. Haruskah aku luapkan rinduku lebih banyak lagi disini? Ku rasa tidak, biar temu yang akan menyembuhkannya.

Ini. Lagi. Untukmu lagi. Teruntuk kamu yang tak bisa ku sebut namanya. Bisakah kamu menjadikan aku sebagai pendengar setiamu, bukan hanya menjadi pembaca setia tulisan-tulisanmu? Kamu, bisakah aku menjadi salah satu yang kamu percaya untuk menjadi salah satu orang yang mampu mengusap air matamu saat kamu benar-benar ingin menangis? Bisakah sedikit kamu bagi bebanmu itu padaku? Kamu, aku tau kamu kuat, kamu selalu berpikir bisa mengatasi semuanya sendiri, kamu selalu berpendapat bahwa masalah akan selesai meskipun tak kamu bagi dengan siapapun, tapi kamu pun paham bahwa manusia tak dapat terus hidup sendiri, begitupun dirimu.

Terakhir, Teruntuk kamu yang tak bisa ku sebut namanya. Teruslah menjadi si introvert yang ku kenal. Entah apa menurut orang lain, tapi bagiku kamu adalah inspirasi. Daaaannnnn, aku selalu rindu padamu 😊.


#sabtulis #pekan17


Share:

Senin, 23 April 2018

Dua Tiga Kosong Empat

Dua tiga kosong empat. Tanggal dimana aku dilahirkan. Ini adalah Dua tiga kosong empat yang ke dua puluh enam kalinya aku rasakan. Rasanya masih sama saja. Masih jadi aku yang manja dan kekanak-kanakan. Terkadang aku merasa malu, di usia seperempat abad lebih satu tahun ini aku masih saja belum dewasa. Malu pada mereka diluar sana yang notabene lebih muda dariku tapi sikap dan sifatnya jauh lebih dewasa daripada aku. Aku berpikir, kapan aku tumbuh menjadi dewasa ? Yaa setidaknya bisa mengimbangi usiaku yang tak lagi muda begitu.

Dua tiga kosong empat. Tahun ini aku lalui masih dengan anggota keluarga yang sama. Bapak, Mamah, 2 orang adik, dan juga keluarga besar IT & Pelaporan. Yang spesial tahun ini adalah aku mendapatkan kado dari salah seorang diantara mereka. Aku belum tau apa isinya. Rasanya ingin aku biarkan saja terbungkus. Maklum, aku jarang sekali mendapatkan kado dihari ulang tahun, terlebih dihari biasa.

Dua tiga kosong empat. Setiap tahunnya selalu berjalan monoton. Masih saja 1 targetanku belum terlaksana. Yaa aku tau Tuhan tidak akan melambatkan sesuatu kecuali itu baik bagi hamba-Nya, juga tidak menyegerakan sesuatu kecuali itu baik bagi hamba-Nya. Tapi aku, dengan semua harapku, masih saja berpikir egois. Meminta dan terus meminta, tanpa sedikitpun berusaha menjalankan kalimat Tuhanku yang sebenarnya sudah aku pahami. Egoisnya aku, masih saja kekanak-kanakan.

Dua tiga kosong empat. Aku pikir tanggal ini tak punya kesan bagi oranglain. Aku pikir ini hanya tanggal dimana aku dilahirkan. Tapi tahun ini memberikan sejarah lain padaku, ternyata ditanggal yang sama masyarakat dunia sedang memperingati Hari Buku sedunia. Kebetulan yang sangat kebetulan bagiku, karna aku juga menyukai buku.

"Pantas saja aku menyukai buku, ternyata hari ini hari buku sedunia toh", gumamku dalam hati.

Dua tiga kosong empat. Di usia dua puluh enam tahun. Satu hal yang aku harapkan dari Tuhan ketika aku bangun di dini harinya, satu hal yang aku lantunkan dalam do'a di iringi derasnya hujan, Tuhan mau membukakan pintu maaf-Nya untukku, Tuhan mau memberikanku kekuatan dalam menghadapi semua yang telah Ia tetapkan, Tuhan mau membantuku kembali pada batasanku, Tuhan mau membimbingku menuju jalan lurusnya, jalan dimana aku bisa bertemu dengan-Nya kelak di indah surga-Nya.

Dua tiga kosong empat seribu sembilan ratus sembilan puluh dua. Desa Sukamulya. Kabupaten Kuningan, Jawa Barat.

Tulisan ini di tulis pada tanggal dua tiga kosong empat dua ribu delapan belas. Di dalam kereta tujuan Jakarta Kota - Bogor.

Share:

Minggu, 22 April 2018

Maaf, Aku Berhenti Berdo'a

Kembali ke masa lalu. Aku harap ini terakhir kalinya aku kembali pada masa itu. Masa dimana aku merasa sangat bahagia, pun juga masa dimana aku merasa sangat terluka.

Aku menulis ini hanya sekedar untuk membuat hatiku sendiri lega. Aku menulis untuk menyadarkan diriku sendiri bahwa semua sudah berakhir. Benar-benar berakhir. Sudah seharusnya aku pergi dari masa-masa itu, dari luka-luka itu. Belajar memaafkan diriku sendiri yang memutuskan untuk menerobos batasanku sendiri. Menerobos tembok besar nan kokoh hanya untuk memenuhi egoisme diri.

Aku ingin tulisan ini membuatku berhenti. Berhenti dari luka-luka itu. Penyesalan dan kekecewaan. Aku ingin agar tulisan ini menyudahi semuanya. Termasuk semua kisah tentangnya yang sudah jauh pergi entah dimana. Tentangnya yang dulu namanya selalu aku rapal dalam do'a.

Maaf, aku berhenti berdo'a.
Maaf, aku tak lagi sanggup berdo'a.

Tak sanggup lagi menyebutnya dalam setiap do'a yang aku panjatkan. Aku putuskan tak lagi ada dia dalam segalanya. Dalam segala hal. Pun tak lagi menempatkan kebahagiannya sebagai prioritas dalam do'a-do'a ku.

Suatu hal yang aku pun sebenarnya tak sanggup untuk memulainya. Tak sanggup untuk melakukannya. Namun aku harus memaksakan itu. Setiap kali menengadahkan tangan, aku hanya bisa terdiam, menangis, lidahku kelu, tak ada satupun kata yang dapat aku ucap sebagai do'a, tak ada satu pun kata yang bisa aku sebut sebagai do'a. Pun demikian dengan otakku, sejenak rasanya ia berhenti berpikir, ia kosong, tak ada satupun hal yang terlintas selain ingin menyebutnya lagi dalam do'a. Sebegitu dalam namanya terpatri dalam alam bawah sadarku. Hingga tanganku yang tengah menengadah pun tak di izinkannya untuk terisi hal lain.

Aku berhenti disini.
Aku putuskan hanya sampai segini.

Alam bawah sadarku tak mudah di ajak kompromi. Aku jejali ia dengan begitu banyak sugesti, tapi ia seperti mempunyai ego sendiri. Tapi tak kan aku biarkan ia terpaku begitu lama, tak akan lagi aku biarkan tanganku yang menengadah kosong tanpa do'a yang terucap, dan tak akan lagi aku membiarkan tanganku hanya  menampung tetesan demi tetesan air yang mengalir dari mata membasahi pipi.

Tuhan selalu punya cara untuk menyadarkan hamba-Nya. Selalu punya cara untuk menolong hamba-Nya.

Aku tak berhitung. Entah sejak kapan aku kembali bisa berdo'a. Sudah berapa malam do'a mulai kembali mengisi tanganku. Membasahi bibirku. Do'a yang terucap kali ini mengenai mereka yang aku sayangi dan tentu menyayangiku. Mengenai mereka yang selama ini terabaikan karna adanya sosok asing yang mendiami lubuk hati juga alam bawah sadarku.

Tentang mereka yang terabaikan, yang ternyata adalah sosok paling berharga, sosok paling tulus dalam hal menyayangi dan mencintai.

Maaf, aku kini berhenti berdo'a.
Benar-benar berhenti berdo'a.
Tentu do'a untuknya yang aku maksud.

Layaknya do'a yang baru, aku harap ini adalah awal hidupku yang baru. Mulai kembali pada batasanku yang dulu, meskipun aku tau temboknya tak lagi sekokoh dulu.
Share:

Sabtu, 21 April 2018

Magical Phrases

"Cara ampuh untuk menyembuhkan luka adalah dengan tetap menghadapinya, bukan menghindar ataupun melarikan diri darinya. Memaafkan segalanya, luka itu, si pembuat luka, juga diri sendiri yang terasa bodoh karna terus berada dalam kenikmatan luka itu sendiri", begitu katanya.

Magical phrases. Begitu Saya menyebutnya. Sebuah kalimat magis yang nyatanya belum mampu menyihir saya, ataupun membuat saya merasakan keajaibannya. Entah apakah saya bisa "Sembuh" dari semua luka yang saya pendam sendiri ini.

Saya bertanya pada seorang teman, teman yang tidak jarang saya ganggu dengan pertanyaan-pertanyaan nyeleneh. Termasuk perihal Magical phrases ini.

"Apa ini semuanya bener ning ?", tanya saya padanya.

"May be. Menurut kamu sendiri gimana ?", jawabnya singkat.

Mendengar jawabannya membuat saya sedikit berpikir, rasanya saya sependapat dengan Magical phrases itu, tapi sayangnya saya merasa belum menemukan bukti nyata ataupun formula semacam itu sebagai obat penyembuh luka.

"Meski berat emang. Tapi sekali kamu sembuh, kamu jadi orang yang lebih kuat dari sebelumnya", sambungnya lagi.

Pernyataannya semakin membuat saya berpikir lebih dalam. Akankah benar terjadi demikian jika saya melakukan semua itu ?

Seakan mengerti yang saya pikirkan, dia menjawab, "Hehe, tergantung juga seberapa kuat kamu mau sembuh."

Jedeeerrrr !!!
Kalimat itu. Singkat. Namun rasanya menusuk ke jantung. Sejenak saya dibuatnya tak bisa berkata-kata.

"Ohh gtuh, bearti susahnya itu yaa karna aku belum niat banget sembuh yaa ? haahaa", jawab saya sembari sedikit tertawa.

"Karna ada juga mereka yang terluka tapi justru betah berlama-lama berkubang dengan luka itu, "Menikmati kepedihan"", tutupnya yang sarat makna.

Kalimat penutup yang sukses membuat pikiran saya semakin terbuka lebar selebar-lebarnya. Dan bukan hanya pikiran, tapi hati saya mulai meresapi kalimat demi kalimat yang disampaikannya.

Pernyataan teman saya ini mulai terdengar realistis. Mungkin benar, saya lah yang selama ini terlalu menikmati kepedihan itu sendiri. Hanyut dalam ke-baper-an yang saya cipta sendiri. Terluka dengan mengenang luka-luka itu sendiri. Dan terlebih, terus menerus menyalahkan diri sendiri. Tak bisa berdamai bahkan dengan diri saya sendiri.

Magical phrases. Entah itu benar manjur atau tidak, setidaknya saya perlu mencobanya terlebih dulu, mempraktekan Magical phrases tersebut dalam hidup saya. Saya yakin bahwa Magical phrases itu suatu saat akan menampakkan hasilnya. Saya hanya perlu mencoba dengan menaruh keyakinan secara penuh bahwa itu akan menjadi nyata.

Suatu saat saya akan benar-benar bisa menjadi tegar dan tangguh menghadapi semuanya. Dan ketika saat itu tiba, saya dihadapkan kembali pada apa-apa yang telah terjadi, saya dapat berdiri tegap, melihatnya dengan tatapan tegas, dan mengembangkan senyuman lebar seakan-akan tidak pernah terjadi apa-apa.


#sabtulis #pekan16

Share:

Sabtu, 14 April 2018

Diam !!

Diam. Diam lah. Diam saja. Cukup dengan diam kita dapat memberitahukan pada Dunia apa yang kita rasa. Terkadang tidak semua hal perlu kita ungkapkan, karna mata sudah cukup mewakilinya. Mata tak pernah dapat menyembunyikan apa yang kita rasa.

Pepatah mengatakan, "Silence says a lot more than you think". Dan aku percaya itu.

#sabtulis #pekan15

Share:

Rabu, 11 April 2018

Entah

Entah apa maksudnya Allah. Setiap kali kesempatan itu datang, rasanya bukan hadir di waktu yang tepat. Aku tau bahwa tiada rencana sebaik rencana-Nya. Tapi kenapa hal ini terulang dua kali. Dan rasanya masih tetap sama, yaitu hadir di waktu yang tidak tepat.

Ingin mengelak namun sulit. Ingin menghindar tapi tak sanggup. Memori-memori yang jauh sudah tertutup, seketika lembaran-lembarannya kembali terbuka. Apa yang harus aku perbuat ? Entahlah aku pun tak tau harus apa.

Share:

Sabtu, 07 April 2018

Akad dan Orangtua

Orangtua. Dua manusia yang dikirimkan Allah sebagai malaikat dalam hidup saya. Dua manusia yang diberikan Allah sebagai penyembuh luka atas segala kekecewaan yang diciptakan karna kenaifan diri terhadap dunia.

Hari ini. Di peristiwa sakral itu. Peristiwa saat sebuah janji yang diucapkan langsung dihadapan Allah. Peristiwa saat sebuah kesaksian disaksikan oleh malaikat. Peristiwa yang membuat seluruh badan bergidik. Merinding. Sebuah peristiwa yang diakhiri dengan sujud simpuh di kaki kedua manusia mulia dalam kehidupan setiap orang.

Peristiwa sakral itu. Akad. Akad seorang teman. Kalimat demi kalimat yang terucap saat simpuh mereka. Permohonan maaf. Permintaan izin. Tangis bahagia mereka. Semua itu sukses membuat saya tak mampu menahan air mata. Terbayang wajah-wajah dua manusia termulia dalam hidup saya. Wajah Bapak dan Mamah.

April. Bulan april. Bulan dimana saya dilahirkan. Usia saya akan menginjak 26 tahun. Satu do'a yang amat sangat saya panjatkan lebih keras lagi, lebih sering lagi, semoga Allah beri saya kesempatan untuk wujudkan harapan mereka. Semoga tak lama lagi Bapak dan Mamah bisa menyaksikan anak gadisnya berada dalam peristiwa sakral itu. Peristiwa saat Bapak mengucapkan Ijab. Peristiwa saat Mamah melepas anak gadisnya dipinang seorang lelaki bertanggungjawab. Peristiwa saat Bapak dan Mamah memberikan wejangan pertamanya untuk satu lagi fase baru dalam hidup saya.

Bapak, Mamah. Semoga Allah panjangkan umur mereka. Allah limpahkan segala Kasih sayang-Nya pada dua manusia terpenting dalam hidup saya ini. Semoga Allah himpunkan kami kelak dalam Surga-Nya. Aamiin.

#sabtulis #pekan14

Share:

Label Pena

Pena Terpopuler

Kawan Pena