Sabtu, 05 Mei 2018

Aku, Bapak Disabilitas dan Ojol-nya

Terima kasihku pada paket dataku yang habis di waktu yang sebenarnya tidak tepat. Kamu memberiku pengalaman baru.

Hari sabtu. Hari dimana aku meluangkan waktu liburku untuk berada diluar rumah sejak siang hingga menjelang petang. Pagi ini seperti biasa aku terbangun dan mulai mengaktifkan handphone. Tentu bukan hanya handphone yang aku aktifkan, tetapi lengkap pula dengan paket datanya.

Aku mencoba membalas satu persatu pesan yang masuk ke what'sup ku, tetapi tidak ada satupun yang terkirim. Aku coba beberapa kali mematikan settingan paket dataku di handphone kemudian menyalakannya kembali. Aku pikir itu pasti karna hanphoneku yang error. Tapi ternyata sama saja, hasilnya pesanku masih tetap belum terkirim. Rasanya aku sudah putus asa. Sebab aku masih menunggu kabar dari beberapa grup penting di what'sup pagi ini.

"Pokoknya apapun yang terjadi hari ini aku harus tetap pergi keluar seperti biasanya."

Begitu gumamku dalam hati. Untungnya sisa pulsaku masih cukup untuk mengirim pesan singkat lewat sms. Aku coba menghubungi teman untuk mendapatkan kabar dimana dan jam berapa kami harus berkumpul.

"Jeng, nanti dimana yaa? Jaringan aku internetnya ngga bisa. Padahal kuota masih setengah gb lagi.", pesanku pada seorang teman.

"Di jalan sensor ya jam 1", jawab temanku.

"Ohh okeh", balasku lagi.

Setelah mendapatkan kabar itu, aku bersiap untuk berangkat ke tempat tujuan. Jam hampir menunjukkan pukul 1 siang. Aku mencoba kembali mematikan dan menyalakan lagi paket dataku, berharap jaringan internetku kembali normal. Tapi hasilnya nihil. Pesan-pesanku di what'sup masih saja tidak terkirim.

Dasar AKU. Terkadang memang sering sekali "Lemot". Kenapa tidak aku cek saja sisa kuota paket dataku. Lantas aku segera mengecek sisa kuotaku. Ternyata kuotaku habis. Terakhir aku cek masih tersisa setengah GB. Amat telat sekali untuk menyadari itu yaa. Aku bergegas pergi keluar rumah untuk mencari konter pulsa. Ternyata hampir semua konter dekat rumahku tutup. Tetanggaku yang biasa menjual pulsa secara "ecer" pun sedang kehabisan saldo.

Mengingat waktu yang nyaris melewati jam 1 siang, aku kembali menghubungi temanku dan memintanya untuk memesankan ojek online (selanjutnya akan ditulis ojol).

-Dan disinilah inti cerita ini dimulai-

"Udah dapet driver ya +62 822-xxxx-xxxx pak samar (maksudnya disamarkan)", pesan temanku.

"Okeh makasi yaa jeng", jawabku.

Aku kemudian menunggu si bapak ojol.

-10 menit pertama-

Aku putuskan untuk menghubungi si bapak. Ternyata yang menjawab CS. Katanya telepon yang anda hubungi sibuk. Baiklah. Aku kemudian mengirimkan pesan singkat lewat sms. Itu pun tidak mendapatkan balasan dari si bapak. Aku coba mengabari temanku.

"Drivernya di telepon sibuk jeng. Dia udah sampe mana yaa?"

"Aku sama juga ngga bales soalnya Bapaknya. Kamu coba sms dia juga ya"

"Udah jeng udah 2x blom di respon"

"Ternyata bapaknya tuna rungu, dia lagi cari alamat kamu"

DEG!!
Seketika itu aku kaget. Entah apa alasan pasti kekagetanku itu. Aku hanya merasa terpaku untuk beberapa detik setelah membaca kata "TUNA RUNGU". Tuna rungu? Driver ojol?.

Aku yang sedikit mengeluh karna menunggu si bapak sejak tadi, seketika terdiam. Keluhku terasa tidak berguna. Entah kenapa. Apa karna si bapak seorang penyandang disabilitas?

-5 menit berikutnya-

Si bapak ojol datang. Sepertinya ia merasa bersalah karna telah membuatku menunggu begitu lama. Dengan suara yang nyaris tidak terdengar jelas olehku, si bapak menjelaskan alasan keterlambatannya. Aku mencoba membaca gerak bibirnya, kemudian menjawabnya. Kira-kira seperti ini:

"Maaf mba tadi saya nyari alamat mba dulu."

"Iyaa pak ngga apa-apa. Ohh iyaa saya mau ke jalan sensor yaa Pak. Bapak tau jalannya?"

"Iyaa mba, tadi saya nyari alamat mba dulu. Ini kan yaa mba?" (Sambil menunjukkan layar Handphone nya yang bertuliskan alamat rumahku).

Bodohnya aku. Berharap bapak Samar memberi jawaban sesuai dengan pertanyaanku. Mulutku saja ditutupi masker, bagaimana si bapak bisa membaca gerak bibirku. Lagi-lagi "lemot" ku kambuh.

Sadar bahwa aku salah, aku langsung saja memberikan jempolku sebagai tanda bahwa aku mengerti yang ia sampaikan dan memaafkan keterlambatannya. Sesaat sebelum menaiki motornya, ia memberi aba-aba dengan tangannya. Sepertinya bapak Samar sedang memberi tau aku jika ingin belok ke kanan atau ke kiri maka arahkan saja dengan gerakan tangan seperti yang ia peragakan, begitupun juga dengan jalan lurus. Aku kembali memberikan jempolku sebagai tanda aku memahaminya.

Sepanjang perjalanan kami berdua hanya diam. Itu jelas saja. Bapak Samar tidak memungkinkan untuk mendengar suaraku kan? Begitupun aku, aku juga tak memungkinkan untuk membaca gerak bibirnya. Keterdiaman kami, aku menyukai suasana itu. Bagiku itu sangat nyaman. Karna aku memang tidak terbiasa banyak bicara dengan orang yang tidak aku kenal. Selama ini, ketika menggunakan ojol, aku harus terbiasa untuk menanggapi obrolan yang dilontarkan driver ojol. Terkadang aku tidak ingin menanggapinya, tapi rasanya itu tidak sopan. Tapi dengan bapak Samar, perjalanan ojol kali ini terasa berbeda saja bagiku.

Sepanjang perjalanan aku mencoba mengarahkan si bapak dengan gerakan tanganku.

"Belok kanan Pak", kataku sambil menunjukkan tangan berbelok ke arah kanan.

Mulutku reflek mengucapkan kata itu. Padahal saat itu dengan gerakan tangan saja sudah cukup. Tapi mungkin mulutku belum terbiasa dengan itu. Si bapak mengacungkan jempolnya sebagai tanda bahwa ia mengerti.

Diperjalanan. Di keterdiaman itu aku juga berpikir bagaimana caranya untuk mengatakan kata "Stop" atau "Disini aja Pak". Karna tidak mungkin bagiku untuk menepuk pundak si bapak. Ada batasan yang tetap harus aku jaga disitu. Terkadang gerakan reflek tanganku saja harus coba aku tahan dengan reflek otakku. Untung tanganku sigap merespon. Jika tidak, mungkin dengan cara si bapak berkendara, aku bisa setiap saat merangkul pinggang si bapak. Maklum, aku sedikit trauma dengan motor. Dua kali mengalami kecelakaan saat mengendarai motor membuatku takut. Butuh waktu lama untukku mengembalikan keberanianku untuk duduk di jok belakang motor, pun terlebih dengan membawanya sendiri. Aku masih belum berani.

Mendekati tempat tujuan. Entah ide darimana. Untuk mengatakan "Stop", tiba-tiba aku acungkan saja jempolku di samping kanan si bapak agar si bapak dapat melihat jempolku. Dan hebatnya si bapak, ia paham apa maksud acungan jempolku. Lalu si bapak menghentikan motornya. Ini keren menurutku.

Selama perjalanan aku merasakan kesalutan yang amat sangat. Bukan hanya pada si bapak yang tak berdiam atau berputus asa pada keterbatasannya, aku pun salut pada perusahaan ojol yang bersedia memberi kesempatan pada mereka penyandang disabilitas atau mereka "Kaum Pinggiran" yang mau berusaha mencari nafkah halal, baik untuk dirinya sendiri ataupun untuk keluarganya.

Dari si bapak aku belajar banyak hal. Bahwa komunikasi dapat dilakukan dengan berbagai cara. Tidak melulu dengan lisan, isyarat pun bisa menjadi jembatan bagi dua orang yang ingin mengerti. Atau jika boleh membahas satu buah iklan, cukup dengan permen saja orang juga dapat berkenalan kan?

Tentang syukur. Si bapak juga mengajarkan aku tentang ini. Bersyukur pada Tuhan bahwa aku diberikan fisik yang sempurna. Bersyukur bahwa aku memiliki pekerjaan yang jika boleh aku merasa pekerjaanku lebih "Enak" dibandingkan si bapak. Tapi aku pun malu dengan si bapak. Malu karna terkadang aku masih sering mengeluh mengenai fisik sempurnaku ini. Tentang pekerjaanku yang mungkin jauh lebih sering aku keluhkan.

Kuasa Tuhan memang tak pernah ada yang bisa menerkanya. Pun tak pernah ada yang mampu menandinginya. Terkadang sentilan-sentilannya sukses membuat hamba-hambaNya takjub. Mulai dari sentilannya yang besar ataupun sentilan kecilNya. Tetap saja selalu mengena dihati.

#sabtulis #pekan18

Share:

0 komentar:

Posting Komentar

Label Pena

Pena Terpopuler

Kawan Pena