Sabtu, 12 Mei 2018

Tentang Buku, bukan Bernostalgia

"Teh, koq banyak banget buku beginian? Ngapain si beli buku banyak-banyak?", pertanyaan random si Mamah saat melihat aku dengan buku-buku yang berserakan.

Seperti biasanya, si Mamah selalu melontarkan pertanyaan-pertanyaan random nya yang terkadang sulit sekali untuk aku jabarkan dalam sebuah kata-kata sebagai jawabannya. Tapi pertanyaan random kali ini masih sanggup aku jawab dengan baik dan tentu dengan mudah pula.

"Iyaa, ini kemaren ada temen yang nitip beliin buku, bukan punya teteh semua koq Mah", jawabku santai sambil tetap memegang buku karya idola baruku uda Fadhli Lukman .

Mungkin Mamah kaget karna melihat anaknya akhir-akhir ini lebih sering membeli buku bacaan ketimbang membeli baju. Yaa wajar saja beliau bertanya demikian, karna biasanya aku memang lebih sering membeli baju atau kerudung sih. Begitu pikirku.

Kali ini aku ingin sedikit menjabarkan alasan mengapa aku kini gemar membaca, pun juga menulis. Mungkin hal ini akan sedikit membawa kenangan lama, tapi aku tidak ingin menganggapnya sebagai nostalgia yaa. So, tak perlu berpikir demikian.

Perkenalanku dengan buku sebenarnya bukan baru-baru ini sih, mungkin sudah lama. Hanya saja ada pergeseran genre bacaan, dari komik menjadi buku-buku motivasi dan berunsur agama. Dulu aku terbiasa meminjam buku dari teman. Namun sekarang aku menghindari meminjam, aku akan membeli apapun buku yang menurutku menarik agar bisa aku baca berulang-ulang.

Aku sebenarnya perlu berterimakasih pada seseorang. Seseorang yang meski secara tidak langsung sudah memperkenalkan aku pada buku-buku bergenre selain komik. Tapi, aku tidak akan menyebutkan namanya disini. Biarlah dia menjadi rahasia saja meski mungkin dia akan lebih sering aku sebut di tulisanku kali ini.

Dia adalah seorang teman, teman bercengkrama, teman berdiskusi banyak hal, teman yang aku anggap sebagai guru, teman yang pernah menempati sedikit ruang di dalam hati (aku sebenarnya tidak yakin, dia menempati sedikit atau menguasai hati, tapi biarkan aku tulis demikian), juga teman yang karenanya aku harus berusaha keras mengalihkan duniaku agar kembali dari dunia mimpi. Dia teman, yang karenanya aku bangkit lewat buku-buku sebagai pelarian juga penyembuh yang mujarab.

Pelarian? Iyaa. Memang perkenalanku dengan buku-buku adalah karna sebuah pelarian. Pelarian dari kenyataan yang membuatku sempat terpuruk. Kenyataan yang menyita begitu banyak energiku. Sakit hingga turun berat badan. Tidak fokus pada semua pekerjaan. Juga tak peduli pada apapun yang ada disekitarku. Pelarian. Iyaa. Buku adalah pelarian bagiku. Saat itu.

Aku tidak akan menjabarkannya lebih jauh mengenai bagaimana perjalanan pelarianku itu. Cukuplah hanya sedikit aku bahas, agar tidak lagi membuka kenangan lama yang sudah teramat jauh lembarannya tertutup.

Semua sudah berjalan satu tahun. Maksudku tentu perkenalanku dengan buku-buku. Saat ini buku bukanlah sebuah pelarian. Buatku kini buku adalah teman. Teman penyemangat hidup untuk terus memperbaiki diri. Pun tentu sebagai teman pengganti dirinya. Aku kini senang mengumpulkan buku, terkadang aku juga berbagi cerita kepada teman tentang buku yang baru selesai aku baca. Aku juga tak segan untuk meminjamkannya jika memang temanku tertarik.

Jika ditanya berapa banyak koleksi buku yang aku punya, aku hanya bisa menjawab, jumlahnya masih sangat sedikit. Karna sebenarnya agak sulit bagiku menentukan buku yang menarik. Aku sebenarnya kurang tertarik pada novel. Meskipun diantara koleksi buku yang aku punya ada beberapa berjenis novel. Buku tersebut aku beli secara random. Aku lebih tertarik pada buku berisi motivasi dan puisi. Entah apa karna aku itu terlalu melankolis, tapi kalimat yang terkesan manis dan puitis selalu saja sukses membuatku jatuh hati. Kini aku sedang mengumpulkan buku karya Sapardi Djoko Darmono dan Pramodya Ananta Toer. Baru satu yang aku punya dan itu pun masih menjadi PR bacaanku.

Dari buku-buku itulah minat bacaku mulai tumbuh. Tumbuh lebih besar dari yang terdahulu. Bukan hanya membaca, tapi aku juga mulai terinspirasi untuk menulis. Meskipun aku tau tulisanku terkadang terkesan tidak konsisten karna gaya tulisan yang berbeda-beda disetiap tulisannya, tapi setidaknya menulis bisa membuatku nyaman. Jika di dunia nyata suaraku jarang terdengar atau di dengar oranglain, tapi saat menulis aku seperti menemukan tempat baru dan teman baru yang dengan tulus mendengar (membaca) segala yang ingin aku sampaikan.

Mungkin setiap orang memiliki cara untuk membuat dirinya merasa nyaman. Pun untuk sekedar menyembuhkan diri dari segala luka, maksudku luka yang tidak dapat disembuhkan dengan obat-obatan kimia ataupun jamu tradisional. Bagiku, salah satu obat yang mujarab adalah dengan menulis. Menulis apapun yang ingin aku tulis.


*Untuk teman yang mungkin tidak pernah sadar memperkenalkanku pada buku dan kegemaran membaca, aku ucapkan terimakasih.

#sabtulis #pekan19
Share:

0 komentar:

Posting Komentar

Label Pena

Pena Terpopuler

Kawan Pena